"Belum Ada 'Trust' dari Masyarakat Terhadap Peradilan Kasus Ahok" - KOMPAS.com KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Massa pendu...
KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Massa pendukung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menggelar acara Malam Solidaritas Matinya Keadilan di Tugu Proklamasi, Jakarta, Rabu (10/5/2017). Mereka menggelar doa bersama serta menyalakan lilin untuk menuntut keadilan mengenai kasus penodaan agama yang menimpa Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama.
JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti sekaligus pengamat sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menilai, reaksi masyarakat yang muncul pasca-vonis sidang kasus penodaan agama dengan terpidan a Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjadi indikator lemahnya kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
"Belum ada trust dari masyarakat terhadap proses peradilan," ujar Ubedilah dalam sebuah diskusi Dramaturgi Ahok di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (13/5/2017).
Menurut Ubedilah, tidak bisa dipungkiri saat ini muncul praktik "mobokrasi". Artinya pengambilan keputusan elite ditentukan oleh mobilisasi massa.
Menurut dia, gerakan massa tersebut tidak muncul secara natural, tetapi karena ada provokasi yang didasari kepentingan politik. Dalam konteks lembaga peradilan, hal itu memunculkan anggapan bahwa proses hukum tidak mencerminkan adanya indepedensi.
(Baca: PDI-P Pertimbangkan Uji Materi Pasal yang Jerat Ahok)
"Salah satu ciri utama negara demokrasi adalah peradilan yang independen. Menurut saya proses hukum seharusnya independen," kata Ubedilah.
Pada Selasa (9/5/2017 ) majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis dua tahun penjara kepada Ahok. Hakim menyatakan Gubernur DKI non-aktif itu telah melakukan penodaan agama Islam melalui pidatonya di Kepulauan Seribu, 27 September 2016, yang menyitir Surat Al-Maidah Ayat 51.
Putusan itu pun akhirnya memunculkan berbagai reaksi di masyarakat yang mengkritik putusan tersebut dan meminta Ahok dibebaskan.
Ketua Setara Institute Hendardi menilai 'trial by mob' terjadi dalam putusan majelis hakim. Aspek-aspek non-hukum itu mempertegas bahwa putusan majelis hakim PN Jakut merupakan 'trial by mob'.
"Kerumunan massa menjadi sumber legitimasi tindakan aparat penegak hukum. Majelis hakim pun memilih jalan pengutamaan koeksistensi sosial yang absurd dibandingkan melimpahkan jalan keadilan bagi seorang warga negara, Basuki," tuturnya.
Kompas TV Karangan Bunga Bernuansa Hitam Datangi Balai Kota Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:- Ahok Divonis 2 Tahun
Tidak ada komentar