Fitra Kritik Kebijakan Jokowi Naikkan Tunjangan DPRD - KOMPAS.com ANTARA FOTO/ARI BOWO SUCIPTO Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato saat...
ANTARA FOTO/ARI BOWO SUCIPTO Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato saat penutupan Rakernas Apeksi 2017 di Hotel Savana, Malang, Jawa Timur, Kamis (20/7/2017). Kegiatan tersebut diselenggarakan selama tiga hari dan diikuti Wali Kota serta delegasi dari 98 kota se-Indonesia.
JAKARTA, KOMPAS.com - Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mengkritik kebijakan Pre siden Joko Widodo menerbitkan PP Nomor 18 Tahun 2017 yang menaikan tunjangan bagi anggota DPRD.
Sekretaris Jenderal FITRA Yenny Sucipto menilai, tidak ada urgensinya pemerintah menaikan tunjangan bagi DPRD.
"FITRA menolak PP 18 Tahun 2017 karena tidak memiliki nilai urgensi," kata Yenny, dalam jumpa pers di kantor FITRA, Jakarta Selatan, Senin (24/7/2017).
(baca: Jokowi Teken PP, Anggota DPRD Dapat Tunjangan Beras, Komunikasi, Transportasi dan Lainnya)
Kenaikan tunjangan DPRD, lanjut Yenny, dapat membahayakan APBD terutama di daerah dengan ruang fisikal yang rendah.
Yenny mengatakan, berdasarkan peraturan menteri keuangan tahun 2016, hanya ada 12 provinsi yang punya indeks ruang fisikal yang tinggi.
Sisanya, 6 provinsi punya indeks ruang fisikal sedang dan 16 provinsi lainnya memiliki indeks ruang fisikal yang rendah.
(baca: Pemprov DKI Siapkan Rp 8 Miliar untuk Kenaikan Tunjangan Dewan dalam APBD-P)
Berdasarkan kota, terdapat 47 kota dengan indeks ruang fisikal yang tinggi, 36 kota dengan indeks ruang fisikal sedang dan 10 kota yang rendah.
Pada tingkatan kabupaten, hanya ada 104 kabupaten dengan indeks ruang fisikal tinggi.
Selebihnya 95 kabupaten dengan indeks ruang fisikalnya sedang, dan 216 kabupaten dengan indeks ruang fisikal rendah.
"Di 524 kabupaten-kota kita tahu rata-rata daerahnya miskin, ruang fisikalnya rata-rata di angka 23 persen. Nah, inilah yang kenapa PP ini berdampak pada persoalan pengelolaan keuangan daerah," ujar Yenny.
(baca: Kenaikan Tunjangan Dewan dan Kinerja Mereka...)
Dengan PP tersebut pemerintah daerah akan memikirkan bagaimana kemudian mengalokasikan anggara untuk belanja pegawai.
Padahal, lanjut Yenny, di beberapa kabupaten atau kota, selama ini sekitar 70-80 persen anggaran habis untuk urusan birokrasi.
Pihaknya menyarankan, pemerintah daerah atau kabupaten-kota yang kondisi ruang fisikalnya rendah menol ak PP tersebut.
"Jika tidak, PP tersebut merepotkan pemerintah daerah dalam mengatur belanjanya, bahkan APBD terancam bangkrut atau defisit," ujar Yenny.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menandatangani peraturan pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang hak keuangan dan hak administratif pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
PP 18/2017 ini menggantikan PP Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD.
Tidak ada komentar