Hantu Bernama PKI bisa tumbuh kembali kapan saja (Coretan subjektif sambil menahan kesal)* Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, ...
(Coretan subjektif sambil menahan kesal)*
Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah hantu, momok dari masa lalu yang menghantui hingga kini. Sebabnya, tentu saja karena kekejaman PKI di masa lalu, upaya mereka meminggirkan agama-agama, serta tindakan mengebiri ideologi pancasila untuk diganti dengan komunisme.
Sejak dibubarkan tahun 1966, PKI dengan segala atributnya menjadi terlarang di bumi pertiwi. Bahkan banyak laporan meyakini, terjadi pembantaian orang-orang PKI, jumlahnya banyak versi, ada yg menyebut ribuan, sebagiannya mengklaim jutaan. Apapun narasinya, yang pasti kudeta gagal tahun 1965 menjadi titik balik perlawanan kelompok-kelompok yang pernah menjadi target penggayangan PKI, ummat beragama, kaum nasionalis dan tentara. Namun patut dicatat, pemberontakan dan kekejaman PKI itu lah yang menjadi alasan perlawanan balik dan berakhir dengan terjadinya chaos nasional.
Kehawatiran terhadap hantu seperti PKI, adalah hal yang wajar, karena PKI bukan hanya sebuah organisasi melainkan juga ideologi. Sesuatu yg laten dan bisa tumbuh kembali kapan saja. Jangan lupa, aspek global juga memberi pengaruh, seperti latar perang dingin saat itu, dimana PKI mendapat sokongan dari Moscow. Boleh jadi, pulihnya poros Jakarta-Beijing belakangan ini, turut menjadi dasar kehawatiran sejumlah kalangan yang risau dengan kebangkitan komunisme di Indonesia. Meski kita juga tau, sejatinya komunisme Tiongkok telah mengalami deviasi ekstrem dari konsepsi awal komunisme-leninisme yang menjadi roh PKI saat itu.
Lalu, apa salahnya sebuah negara demokrasi punya diskresi atas sesuatu yang dipandang sebagai hantu? Toh, negara-negara sponsor demokrasi saja mempraktekkannya. Memangnya para pegiat demokrasi dan Hak asasi Manusia ( HAM) di barat berkutik ketika mempertanyakan keabsahan holocoust atau menampilkan simbol-simbol NAZI saja berakhir dengan penjara? Bukan hanya di Jerman, tetapi di seantero Eropa, bahkan dijalankan lewat Undang Undang.
Sementara di Indonesia, hanya melalui ketetapan majelis permusyawaratan Rakyat ( TAP MPR) yang pasal-pasaalnya tak bisa digunakan untuk memenjarakan orang. Sehingga, di republik ini anak cucu PKI, masih mungkin menggunakan kaos berlogo palu arit atau ramai-ramai menyanyikan genjer-genjer tanpa risiko ditangkap. Paling banter cuma didemo, dan kalau demonya berakhir rusuh, justru pendemonya yang ditangkap. Jadi, kita tak boleh tertipu. agar jangan sampai salah satu kelompok paling anti demokrasi di muka bumi ini, justru mendompleng demokrasi agar bisa bangkit kembali.
Penulis:Ton Abdillah, Ketua Umum IMM 2010-2012
Tidak ada komentar