Politisi PDI-P: Tidak Etis Panglima TNI Menyatakan akan Menyerbu Lembaga Tinggi Negara KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Panglima TNI Jenderal TN...
KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo sebelum rapat kerja dengan Komisi I DPR, Senin (6/2/2017).
JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I DPR Charles Honoris menyayangkan penyampaian misinformasi oleh Panglima TNI Gatot Nurmantyo terkait upaya pembelian 5000 senjata api secara ilegal oleh institusi tertentu. Terlebih ucapannya itu membuat kegaduhan.
"Hal ini sudah menciptakan kegaduhan dan keresahan publik. Sebagai Panglima T NI tentunya Pak Gatot harus bisa memilih dan memilah informasi apa saja yang layak disampaikan keluar," kata Charles kepada Kompas.com, Senin (25/9/2017).
Charles mengatakan, saat ini sudah terbuka melalui statement resmi Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto bahwa ternyata institusi yang dimaksud oleh Panglima TNI adalah Badan Intelijen Negara. Pembelian senjata itu pun dilakukan secara legal untuk pendidikan di BIN.
"Sangat tidak etis ketika seorang Panglima TNI menyatakan akan menyerbu sebuah lembaga tinggi negara lainnya. Seharusnya Pak Gatot sebagai pimpinan sebuah lembaga tinggi negara bisa berkoordinasi dengan baik dengan lembaga-lembaga lainnya untuk mensukseskan program kerja pemerintahan Jokowi, bukan malah sebaliknya," ucap Charles.
(Baca: Sebar Isu Pembelian 5.000 Senjata, Panglima TNI Dinilai Sedang Berpolitik)
Politisi PDI-P ini pun menyarankan, menjelang masa pensiun, Gatot bisa fo kus menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga yang tersisa dalam upaya membangun dan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas TNI. Gatot, kata dia, harus fokus meninggalkan legacy yang baik sebagai seorang pimpinan TNI.
"Statement Pak Wiranto sudah merupakan pernyataan sikap resmi dari pemerintah. Saya berharap dengan apa yang disampaikan Pak Wiranto tadi malam kegaduhan dapat segera diakhiri dan tidak ada polemik terkait hal ini lagi," ucap Charles.
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyampaikan, ada institusi yang berencana mendatangkan 5.000 pucuk senjata secara ilegal dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Indonesia. Gatot menyampaikan, TNI akan mengambil tindakan tegas jika hal tersebut dilakukan, tidak terkecuali apabila pelakunya berasal dari keluarga TNI bahkan seorang jenderal sekalipun.
(Baca:Wiranto Minta Polemik Pembelian 5.000 Senjata Ditutup)
Lebih lanjut, Ga tot menegaskan, nama Presiden Jokowi pun dicatut agar dapat mengimpor senjata ilegal tersebut. "Mereka memakai nama Presiden, seolah-olah itu yang berbuat Presiden, padahal saya yakin itu bukan Presiden, informasi yang saya dapat kalau tidak A1 tidak akan saya sampaikan di sini. Datanya kami akurat, data intelijen kami akurat," kata dia.
Namun pernyataan Panglima itu dibantah Menkopolhukam Wiranto yang menjelaskan bahwa pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo soal ada institusi non-militer yang berencana mendatangkan 5.000 pucuk senjata secara ilegal adalah keliru. Yang benar, kata dia, institusi non-militer yang berniat membeli senjata itu adalah Badan Intelijen Negara (BIN) untuk keperluan pendidikan.
Jumlahnya pun tak mencapai 5.000 pucuk, tetapi hanya 500 pucuk. BIN juga sudah meminta izin ke Mabes Polri untuk pembelian senjata itu. Izin tak diteruskan ke TNI lantaran spesifikasi senjata yang dibeli BIN dari Pindad itu berbeda dengan yang dimilik i militer.
Kompas TV Kabar adanya sebuah intitusi di luar TNI yang mencoba mengimpor 5.000 senjata disampaikan panglima TNI.