Hakim PT Manado yang Ditangkap KPK Belum Pernah Buat LHKPN KOMPAS.com/ MOH NADLIR Wakil Ketua KPK Laode M Syarif (tengah) didampingi sejumla...
KOMPAS.com/ MOH NADLIR Wakil Ketua KPK Laode M Syarif (tengah) didampingi sejumlah pejabat Mahkamah Agung dan Badan Pengawas MA dalam konferensi pers di Gedung KPK, Sabtu (7/10/2017) malam, terkait operasi tangkap tangan terhadap Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono dan politisi Partai Golkar Aditya Moha.
JAKARTA, KOMPAS.com - Ketu a Pengadilan Tinggi (PT) Manado, Sulawesi Utara, Sudiwardono, yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), belum pernah membuat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Berdasarkan catatan di situs acch.kpk.go.id, Minggu (8/10/2018), tidak ada LHKPN atas nama Sudiwardono yang pernah diserahkan ke KPK. Sudiwardono sebelumnya sudah menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Mataram, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Jayapura, dan terakhir Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Manado.
Ketentuan untuk menyerahkan LHKPN bagi penyelenggara negara sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme; serta Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi.
Baca juga: Jadi Tersangka Suap, Ketua Pengadilan Tinggi Manado Diberhentikan
Penyelenggara negara harus melaporkan harta kekayaannya pada saat pertama ka li menjabat, mutasi, promosi dan pensiun.
Sementara anggota Komisi XI DPR RI dari fraksi Partai Golkar, Aditya Anugrah Moha, yang ditangkap KPK bersama Sudiwardono, terakhir kali melaporkan harta kekayaannya pada 30 November 2014. Total hartanya saat itu mencapai Rp 3,289 miliar.
Harta itu terdiri atas harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan senilai Rp 1,585 miliar yang berada di 8 lokasi di kota Kotamobagu dan 2 lokasi di kabupaten Minahasa.
Alat transportasi senilai Rp 879,5 juta yang terdiri atas mobil merek Suzuki APV, motor merek Suzuki Satria, mobil merek Honda Accord dan mobil Honda CRV. Aditya juga tercatat memiliki usaha PT Radio Suara Monompia senilai Rp 200 juta; logam mulia dan benda bergerak lain sejumlah Rp 127 juta; surat berharga senilai Rp 200 juta serta giro setara kas lain sejumlah Rp 898,03 juta.
Namun Aditya tercatat masih memiliki utang senilai Rp 600 juta.
Dalam kasus itu, Aditya Moha diduga menyuap Sudiwardono. Suap 64.000 dolar Singapura diberikan untuk mempengaruhi putusan banding terhadap terdakwa Marlina Moha Siahaan yang merupakan ibunda Adit.
Marlina adalah mantan Bupati Boolang Mongondow dua periode, yaitu periode 2001-2006 dan 2006-201. Marlina sudah divonis 5 tahun penjara di Pengadilan Negeri Manado karena terbukti melakukan Korupsi Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa sebesar Rp 1,25 miliar. Ia lalu mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Manado.
Selain menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Manado, Sudiwardono adalah ketua majelis hakim yang mengadili kasus Marlina.
Setelah melakukan operasi penangkapan dan pemeriksaan, KPK telah menetapkan Aditya Moha dan Sudiwardono sebagai tersangka.
Pasal yang disangkakan kepada Aditya sebagai pihak yang diduga pemberi suap adalah Pasal 6 Ayat 1 Huruf a atau Pasal 5 Ayat 1 Huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantas an Tindak Pidana Korupsi.
Sebagai tersangka penerima suap, Sudiwardono disangkakan Pasal 12 Huruf a atau b atau c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tidak ada komentar