Apakah Golkar akan jadi penentu kemenangan Jokowi di Pemilu ... ]]> ...
]]> Apakah Golkar akan jadi penentu kemenangan Jokowi di Pemilu 2019?
Partai Golkar (PG) tetap mendukung Joko Widodo pada pemilihan presiden tahun 2019 sesuai dengan kebijakan selama ini dari partai berlambang pohon beringan ini, kata Airlangga Hartarto salah satu pengurus harian Dewan Pimpinan Pusat Golkar.
"PG sudah mengusung Presiden Jokowi untuk Pemilu 2019 ... PG tetap konsisten," kata Airlangga yang disebut-sebut sebagai salah satu calon ketua umum.
Rapat Badan Musyawarah DPR pada hari Senin (11/12) menolak Aziz Syamsudin untuk menggantikan Setya Novanto, yang diduga terlibat korupsi triliunan rupiah terkait e-KTP, sebagai Ketua DPR.
- Ada apa di balik pengunduran dua pengacara Setya Novanto?
- Siapa berebut posisi ketua umum Golkar -jika Setya Novanto mundur atau jatuh
- Golkar tak ganti Setya Novanto, partai bisa terbelah?
Pada Pilpres 2014, dukungan resmi Partai Golkar diberikan terhadap pasangan capres Prabowo Subianto dan cawapres Hatta Radjasa. Tetapi suara pendukung Golkar dipandang terpecah karena Jokowi memilih tokoh senior PG, Jusuf Kalla, sebagai calon wakil presidennya.
Di pihak lain pengamat politik dari Universitas Airlangga, Muhammad Asfar mengatakan," Ada kemungkinan PDIP tidak lagi mendukung kepada Jokowi karena wakilnya itu tidak dari PDIP. Pada saat itulah sebenarnya Jokowi memiliki kepentingan yang kuat untuk mengambil partai di luar PDIP. Sejauh ini partai yang bisa untuk mendukung tanpa reserve terhadap Jokowi itu adalah Golkar."
PG yang berjaya pada masa Orde Baru ini, suara dan perolehan kursinya di DPR terus menurun dalam tiga pemilu legislatif terakhir.
Pada tahun 2004 Golkar meraup 129 kursi namun dua pemilu berikutnya jumlah kursi mereka turun menjadi 106 pada 2009 dan 91 pada 2014.
Kebangsaan keberagaman
Sejumlah pihak memandang memang mungkin saja terjadi kerja sama antara Partai Golkar dan PDIP selama saling menguatkan masing-masing pihak.
Salah satu petinggi PDIP, Rok hmin Dahuri mengatakan, "Dalam politik segala sesuatunya mungkin saja. Kita sangat cair. Tentunya pada saatnya nanti, tahun depan, kita akan menentukan sikap, mana partai koalisi yang kira-kira bisa saling strengthening to each other, saling memperkuat, tidak menjadi beban."
Kesamaan idiologi kebangsaan yang mengakui keberagaman dipandang akan mendukung koalisi ini, kata Muhammad Asfar.
"Platform yang sama dalam hal nationalism. Dan mungkin semua partai memilikinya tetapi penerjemahan dari nationalism dari kedua partai ini adalah mereka coba untuk mengembangkan pluralism di Indonesia," kata Asfar.
- KPK: Ada kasus korupsi yang lebih besar dari KTP-Elektronik
- Setya Novanto tak mundur, citra DPR dinilai semakin tercoreng
- Para dokter Setya Novanto diperiksa, pengacara tuding IDI 'bertindak politis'
Dalam beberapa bulan terakhir, elektabilitas Jokowi berada di depan pesaing terdekatnya Prabowo Subianto dengan 42% naik menjadi 48-49% berdasar survei yang dilakukan UNAIR.
Tetapi angka ini bisa saja berubah karena misalnya Jokowi tidak didukung PDIP, politik identitas mengeras, berkembangnya issue seperti tenaga kerja Cina, Asfar menjelaskan lebih jauh.
"Politik Indonesia setahun yang akan datang ini masih terbuka, atau satu dua tahunlah. Kan kurang satu setengah tahun yah. Masih sangat terbuka untuk terjadinya perubahan tingkat elite. (Posisi Jokowo saat ini) Bisa menurun begitu," jelas Asfar.
Sampai sejauh sudah dua par tai yang secara resmi menyatakan dukungan kepada Jokowi yaitu Partai Golkar dan Partai Nasional Demokrat yang dipimpin oleh Surya Paloh.
Citra 'bersih korupsi'
Salah satu hal yang dipandang sebagai kelebihan Jokowi adalah citranya yang positif, relatif bersih dari korupsi. Apakah penggandengan Jokowi dengan Golkar, yang sedang dikaitkan dengan dugaan korupsi, justru akan merugikannya?
Salah satu petinggi PDIP, Rokhmin Dahuri mengatakan partainya dan presiden terus memperhati kan rekam jejak PG terkait hal ini.
"PDI Perjuangan dan presiden Jokowi sudah mencatat semua itu, dinamika dari kinerja atau haluan politik masing-masing partai. Tentu itu menjadi catatan kami yah untuk berkoalisi nanti. Yang ingin kami pastikan bahwa idiologi atau kebajikan akan dijadikan prioritas utama," kata Rokhmin Dahuri.
Sementara Muhammad Asfar memandang terkait dengan korupsi dan sejumlah hal lain, Jokowi dan PG memang perlu memberikan berbagai kelonggaran.
"Dalam hal pengembangan demokrasi, positioning terhadap kelompok kecil dan soal juga korupsi dan sebagainya, tentu itu kita bisa melihat ada perbedaan, sehingga tentu kita harus memberikan ruang yang mana mereka ini satu platform, dan yang mana mereka ini tidak ada titik temunya," kata pengamat dari UNAIR Surabaya ini.
Tidak ada komentar