Page Nav

HIDE

Breaking News:

latest

Ads Place

Bukan putra daerah bertarung di Sumatra Utara? Djarot mungkin ...

Bukan putra daerah bertarung di Sumatra Utara? Djarot mungkin ... ]]> ...

Bukan putra daerah bertarung di Sumatra Utara? Djarot mungkin ...

]]> Bukan putra daerah bertarung di Sumatra Utara? Djarot mungkin mencobanya
PemiluHak atas foto AFP
Image caption Penetapan resmi calon untuk Pilkada 2018 adalah pada 8 hingga 10 Januari 2018.

Pikada serentak masih akan diselenggarakan pada Juni 2018 mendatang namun pendaftaran pasangan calon sudah pada pekan pertama Januari, jadi ancang-ancang para bakal calon sudah dimulai pula.

Di Sumatera Utara, Pangkostrad Letnan Jenderal Edy Rahmayadi mendapat dukungan empat partai -Hanura, Gerindra, PKS, dan PAN- sementara gubernur petahana Tengku Erry Nuradi akan maju lagi lewat Partai Nasdem.

Keduanya masuk dalam istilah "putra daerah", yang mengacu setidaknya pernah tinggal dan besar di Provinsi Sumatra Utara.

Namun kini Djarot Saiful Hidayat -yang tergolong "putra luar daerah"- juga sudah mengambil ancang-ancang untuk bertarung di Sumatra Utara, yang selama ini terkenal dengan rasa kedaerahannya.

  • Politik SARA 'lebih buruk' dari politik uang karena berdampak perpecahan
  • Pelanggaran apa saja yang bisa terjadi di pilkada?
  • Pilkada Jateng: Upaya Gerindra mengulang sukses Pilkada Jakarta

Mantan gubernur DKI Jakarta itu -setelah Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok masuk penjara karena dakwaan pelecehan agama- memang belum mendapat dukungan resmi dari partainya, PDI-P.

Menurut Sekretaris PDI-P Sumatra Utara, Soetarto, sejauh ini ada 17 bakal calon eksternal maupun internal PDI-P untuk Pilkada Sumut dan calon resmi kelak diumumkan oleh DPP PDI-P sebelum batas waktu akhir pendaftaran calon, yaitu 8 hingga 10 Januari 2018.

Hak atas foto Kompas.com
Image caption PDI-P belum menetapkan Djarot sebagai calon gubernur untuk Pilkada Sumatra Utara namun 'peluangnya' cukup besar maju di pr ovinsi itu.

Bagaimanapun Soetarto menegaskan nama Djarot memang muncul belakangan ini, dengan rekam jejaknya sebagai Gubernur DKI Jakarta, dua kali wali kota Blitar di Jawa Timur, dan juga anggota DPR RI.

"Pengalaman beliau tentu saja sudah teruji dan terbukti. Bagi PDI-Perjuangan, karena konstelasi dan kondisi Sumatra Utara yang dipimpin oleh dua gubernur sebelumnya yang menghadapi masalah-masalah hukum, maka kita butuh pemimpin yang memang bersih," jelasnya kepada BBC Indonesia.

Dua gubernur Sumatra Utara sebelumnya, Syamsul Arifin dan Gatot Pujo Nugroho, memang merupakan terpidana korupsi dengan masing-masing diganjar vonis enam tahun penjara.

Faktor putra daerah

Walau belum ditetapkan sebagai calon resmi, peluang masuknya Djarot dalam pilkada Sumatra Utara dilihat oleh pengamat politik dari FISIP Universitas Sumatra Utara, USU, Prof Subhilhar, sebagai "fenomena baru" mengingat faktor putra daerah dianggap masih cukup penting.

"Mungkin ada perasaan ke-Sumut-an yang bukan hanya per marga atau etnis tapi perasaan ke-Sumut-an itu muncul di tempat kita. Memang ada calon yang dari luar tapi pernah lahir dan besar di sini, jadi tetap orang Sumut."

  • Ridwan Kamil sudah cukup 'didukung tiga partai' walau Golkar mundur
  • Pilkada 2018: Arena pertarungan para bupati dan wali kota berprestasi?
  • Relawan pilkada cuma fenomena kota besar? Bisakah menekan politik uang?

Bagaimanapun faktor putra daerah ditepis oleh Soetarto, yang ikut mendampingi Djarot berkunjung ke beberapa kantor cabang PDI-P di Sumatra Utara sejak Senin 25 Desember sore hingga hari ini, Rabu (27/12).

"Kita berpikir dari perspektif negara kesatuan Republik Indonesia. Dengan perspektif itu maka terminologi mendikotomikan antara putra daerah dan putra bukan daerah sebenarnya tidak logis. Dengan negara kesatuan Repubik Indonesia m aka setiap negara tentu punya hak yang sama di manapun."

Hak atas foto Getty Images
Image caption Pilkada serentak 27 Juni 2018 akan berlangsung di 171 provinsi, kota, dan kabupaten.

Selain itu, tambah, Soetarto, sambutan masyarakat warga Sumatra terhadap Djarot saat berkunjung ke beberapa tempat wisata bersama keluarganya juga menunjukkan bahwa mantan Gubernur DKI Jakarta ternyata dikenal meluas.

"Di Siantar (kota terbesar kedua di Sumatara Utara), ada kopi Tok Kong. Kami minum kopi di situ, ternyata warga juga 'Pak Djarot-Djarot' dan pingin foto, pingin selfie dengan Pak Djarot."

"Kami juga duduk-duduk di kedai kopi dan jalan di wilayah Parapat. Sambutan mereka sangat luar biasa. Ada inang-inang (ibu-ibu dalam bahasa Batak), bapak-bapak, sampai anak-anak yang mencium tangan Mas Djarot. Bahkan ada inang-inang yang nepuk-nepuk wajah Mas Djarot."

"Artinya, kami merasakan suasana kebatinan yang sangat luar biasa. Respon dari masyarakat sepanjang jalan dan singgah di beberapa tempat. Itu kan satu harapan dari masyarakat kepada sosok Djarot Saiful Hidayat. yang selama ini dipandang transparan, bersih dalam menjalankan roda pemerintahan," tambah Soetarto.

Popularitas Djarot di Sumatra Utara itu juga diamati oleh wartawan Kompas.com di Medan, Tigor Munthe, baik di kalangan pengurus PDI-P maupun masyarakat umum.

"Dari hasil bincang-bincang kita dengan beberapa warga, mereka juga memberi respon baik. Ada beberapa yang memang sepertinya menggugat apakah Djarot putra daerah atau tidak, tapi ada juga masyarakat yang responnya cukup baik melihat catatan Djarot yang pernah memimpin dengan cukup mumpumi dan p unya integritas."

Faktor korupsi

Menurut Tigor Munthe -yang menjabat Ketua Panwaslu Kota Siantar pada Pilkada Sumut 2008- faktor putra daerah tampaknya tidak akan berpengaruh besar lagi dalam pilkada Sumut mendatang.

"Warga Sumatra Utara sudah belajar dari dua gubernur periode sebelumnya yang bermasalah terkait dengan kasus korupsi. Jadi dua pelajaran yang berharga itu tentu menjadi evaluasi bagi masyarakat Sumatra Utara."

Hak atas foto Getty Images
Image caption Calon gubernur Sumatra Utara dari PDI-P akan ditetapkan oleh pengurus pusat yang dipimpin Megawati Soekarnoputri.

Ditambahkan oleh Tigor bahwa 'bersih' malah bisa jadi kata kunci bagi pencalo nan Djarot kelak di Sumatra Utara.

"Selain mungkin ada minusnya bahwa bukan putra daerah tapi poin khususnya adalah dia bersih dan integritasnya teruji. Itu mungkin hal atau poin yang mendongkrak ketika bermain di Sumatra Utara, tanpa menyampingkan munculnya wacana-wacana putra daerah."

Salah satu cara yang bisa ditempuh Djarot untuk menghadapi isu 'putra daerah', menurut Tigor Munthe, adalah berdampingan dengan calon wakil gubernur yang memenuhi kategori "putra daera" Sumatra Utara.

Bagi Prof Subhilhar -guru besar FISIP USU- citra bersih dari korupsi memang diperlukan bagi calon gubernur Sumatra Utara namun citra itu tampaknya masih melekat di ketiga bakal calon sejauh ini.

"Faktor korupsi tidak begitu berpengaruh dari calon yang muncul ya... Persaingan bersih dan tidak bersih, jika dilihat dari yang tiga ini relatif bersih karena belum tercatat dalam persoalan hukum."

Diakuinya bahwa Tengku Erry Nuradi adalah wakil gubernur pada masa kepemimpinan Gatot sebelum terjerat kasus korupsi, namun Tengku Erry sendiri tidak punya catatan terlibat masalah hukum.

"Walaupun image Pak Djarot itu orang yang dekat dengan Ahok, yang sangat bersih, yang sangat fenomenal, tapi tentu ada calon yang lain. Ada Eddy dan ada Erry yang sampai hari ini kami tidak melihatnya sebagai tidak bersih."

  • Mengapa PDIP-PKS berseteru sengit saat Pilkada Jakarta bisa berkoalisi di Pilkada lain?
  • Toleransi siswa Indonesia terpengaruh Pilkada Jakarta?
  • Seperti apa wajah politik Indonesia setelah Pilkada Jakarta berakhir?

Masih ada waktu sekitar dua minggu sebelum Djarot resmi menjadi calon gubernur Sumatra Utara, namun tampaknya peluangnya untuk maju di daerah 'baru' semakin terbuka.

Dalam istilah Soetarto, Sekretaris PDI-P Sumatra Utara, sudah tercipta 'suasana kebatinan'.

"Suasana kebatinan di jalan itu sangat luar biasa saya r asakan karena saya satu mobil dengan beliau, bersama juga dengan istri dan anaknya karena sebenarnya perjalanannya untuk menikmati keindahan Danau Toba."

Sumber: Google News Petahana

Tidak ada komentar

Latest Articles