Page Nav

HIDE

Gradient Skin

Gradient_Skin

Pages

Responsive Ad

DKPP Soroti 'Lobi-lobi Warung Kopi' Peserta dan Penyelenggara ...

DKPP Soroti 'Lobi-lobi Warung Kopi' Peserta dan Penyelenggara ... Rabu 27 Desember 2017, 18:07 WIB Pilkada Serentak 2018 DKPP ...

DKPP Soroti 'Lobi-lobi Warung Kopi' Peserta dan Penyelenggara ...

Rabu 27 Desember 2017, 18:07 WIB

Pilkada Serentak 2018

DKPP Soroti 'Lobi-lobi Warung Kopi' Peserta dan Penyelenggara Pemilu Dwi Andayani - detikNews DKPP Soroti Lobi-lobi Warung Kopi Peserta dan Penyelenggara PemiluDiskusi DKPP (Dwi Andayani/detikcom) Jakarta - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyoroti kebiasaan yang kerap terjadi dalam penyelenggaraan pilkada. Di antaranya soal lobi-lobi di warung kopi antara peserta dan penyelenggara pemilu.
DKPP memetakan sejumlah kerawanan untuk Pilkada Serentak 2018. Menurut DKPP, potensi pelanggaran kode etik penyelenggara pemi lu paling besar di 5 wilayah.
"Jadi (peta potensi pelanggaran etik) di daerah, Papua, Aceh, Sultra, Sulteng. Semua sama, hampir sama, kecuali pilkada di Kalbar, nomor dua setelah Papua, karena ada politik identitas di sana," ujar anggota DKPP Alfitra Salam dalam diskusi 'Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu dengan Media' di kantor DKPP, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (27/12/2017).
Alfitra mengatakan daerah-daerah ini sesuai dengan indeks kerawanan pemilu yang dimiliki Bawaslu. Serta sesuai dengan daerah kerawanan yang dimiliki kepolisian.
"Indeks-indeks tadi itu linear antara polisi punya, Bawaslu punya sama DKPP sama. Jadi, menurut saya, potensi pelanggaran itu ada di sekitar daerah tersebut," kata Alfitra.
Alfitra mengatakan, untuk mengantisipasi adanya pelanggaran kode etik tersebut, DKPP memberikan saran kepada KPU untuk melakukan pendampingan. Hal ini ditujukan agar KPU dapat mendeteksi adanya kecurangan dalam pemilu.
" Kami tentunya tidak bisa melakukan antisipasi. Paling tidak kami menyarankan kepada KPU, khususnya bagi daerah yang rawan tersebut, untuk melakukan pendampingan," sebutnya.
"Agar bisa melihat secara langsung, mengawasi, mendeteksi, sehingga kecurangan-kecurangan terjadi, apakah itu di Papua, apakah itu di Aceh, itu KPU sudah mengetahui. Jangan sampai KPU menerima laporan setelah terjadi pelanggaran," sambung Alfitra.
Ia menjelaskan salah satu potensi pelanggaran yang dapat terjadi adalah adanya pertemuan antara penyelenggara dan pasangan calon. Pertemuan semacam ini, menurut Alfitra, biasanya berlangsung secara tertutup untuk lobi-lobi agar bisa memuluskan peserta pilkada atau pasangan calon.
"Pertemuan tertutup penyelenggara pemilu dengan paslon itu sudah melanggar kalau indikasinya ada niat pertemuan tidak baik. Apakah itu di karaoke atau di ruang kopi. Kami menganjurkan kalau mau ketemu dengan peserta pemilu, kami minta di kantor, jangan ngop i-ngopi di luar. Itu bisa potensi pelanggaran," terang dia.
Hal lain yang dapat menimbulkan potensi pelanggaran adalah adanya penerimaan honor dari peserta kepada penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU dan Bawaslu. Ia mengatakan penyelenggara pemilu dilarang menerima honor dari peserta pemilu.
"Yang lain, misalnya, menerima honor. Kita sudah buat peraturan penyelenggara pemilu tidak boleh menerima honor dari peserta pemilu, misalnya ada acara, ada paslon, ada honor, itu tidak boleh," tegas Alfitra.
(elz/elz)Sumber: Google News Pemilu

Reponsive Ads