Komisi Pemilu Rusia Tolak Pencalonan Diri Tokoh Oposisi Melawan ... AFP/DMITRY SEREBRYAKOV Pemimpin oposisi Rusia, Alexei Navalny, berkelili...
AFP/DMITRY SEREBRYAKOV Pemimpin oposisi Rusia, Alexei Navalny, berkeliling di jalanan Moskwa, Rusia, Senin (25/12/2017), setelah Komisi Pemilu Rusia menolak pencalonan dirinya untuk Pemilu Presiden Rusia pada 2018 menghadapi Presiden Vladimir Putin. Atas penolakan ini, dia menyerukan pemboikotan pemilu.
KOMPAS.comâ"Komisi Pemilu Rus ia, Senin (25/12/2017), secara bulat menolak pencalonan diri pemimpin oposisi Alexei Navalny untuk maju dalam Pemilu Presiden menghadapi Presiden Vladimir Putin pada 2018. Seruan boikot pemilu langsung disuarakan Navalny.
Dalam pemungutan suara pengambilan keputusan, komisi tersebut mendapatkan suara bulat 12 komisioner menolak pencalonan Navalny. Alasan yang dipakai adalah vonis penjara 5 tahun yang didapat Navalny atas tuduhan penggelapan.
"Kejahatan Navalny masuk kriteria 'serius' dan menentukan hak seseorang untuk menjadi presiden," kata anggota komisi, Boris Ebzeyev, menjelang pemungutan suara, seperti dikutip AFP.
Navalny sontak berang dan menyerukan pemboikotan. Pemimpin oposisi berusia 41 tahun tersebut menyatakan kasus hukumnya adalah politis.
"Kami menyerukan pemogokan pemilih. Kami akan meminta semua orang untuk memboikot pemilihan ini karena kami juga tidak akan mengakui hasilnya," ujar Navalny.
Namun, Navaln y juga menyatakan masih akan mengupayakan banding atas putusan Komisi Pemilu Rusia.
Sehari sebelumnya, Minggu (24/12/2017), Navalny menggerakkan demonstrasi di seluruh Rusia. Unjuk rasa itu diikuti tak kurang dari 15.000 orang yang mendukung pencalonan Navalny.
Pada Minggu malam, Navalny mengajukan pencalonan dirinya ke Komisi Pemilu Rusia. Saat itu dia sudah menyatakan kecurigaan begitu Komisi Pemilu Rusia menyampaikan keputusan tentang pencalonannya akan segera dibuat keesokan hari.
AFP juga mencuplik video yang dilansir Navalny setelah keputusan penolakan pencalonannya. Dalam video itu, Navalny mengatakan kantor yang semula dia siapkan sebagai markas kampanye akan berubah menjadi basis jaringan pemogokan pemilu.
"Pergi ke TPS tidak mungkin lagi dan itu tidak pantas," kata Navalny di situ.
Menurut Navalny, tujuan Kremlinâ"sebutan untuk pusat pemerintahan Rusiaâ"hanyalah memalsukan hasil pemilu. Karenanya, dia mendorong orang-orang yang k elak datang ke tempat pemungutan suara untuk menghitung jumlah pemilih yang datang, bukan untuk memberikan suara.
Selama beberapa bulan terakhir, Navalny telah berkampanye ke berbagai wilayah di Rusia. Saat mendaftarkan pencalonannya, Navalny menyampaikan kepada Komisi Pemilu Rusia bahwa kasusnya sudah dibatalkan Pengadilan HAM Eropa.
Navalny menyampaikan pula bahwa melarang dia mencalonkan diri untuk Pemilu Presiden Rusia yang dijadwalkan pada Maret 2018 adalah tindakan tidak sah.
"Saya akan membuktikan di pengadilan bahwa kasus saya adalah buatan," kata Navalny sembari mendesak Komisi Pemilu Rusia membuat keputusan yang adil dan independen.
Pada kesempatan lain, Navalny dalam pidato yang berapi-api menuduh Komisi Pemilu Rusia sengaja melarang pencalonan tokoh oposisi tetapi membiarkan tokoh yang tak tertarik memerangi korupsi untuk tetap berlaga.
Sebaliknya, anggota Komisi Pemilu Rusia Ella Panfilova menampik tudingan Navalny dan mengatakan bukan kewenangannya untuk bicara soal kasus hukum Navalny. Dia pun balik menuduh Navalny melakukan zombifikasi anak-anak muda.
"Anda masih muda. Anda punya segalanya pada masa mendatang," imbuh Panfilova kemudian, sembari mengatakan peluang Navalny di Pemilu Presiden Rusia tak akan terjadi hingga 2028.
Lewat blog dan akun YouTube, Navalny berkampanye dengan membuat gerakan anti-korupsi. Kampanyenya itu telah memicu serangkaian demonstrasi massa di seluruh Rusia, dengan partisipasi du kungan besar kalangan muda.
Adapun terkait hukum, Navalny dijatuhi hukuman pada 2013 atas tuduhan penggelapan anggaran daerah Kirov senilai 270.000 dollar AS, setara sekitar Rp 3,6 miliar menggunakan kurs saat ini.
Pengadilan HAM Eropa pada 2016 membatalkan putusan itu, dengan menyatakan hukuman tersebut tidak adil. Mahkamah Agung Rusia lalu memerintahkan penuntutan ulang kepada Navalny.
Namun, pengadilan ulang di Rusia menjatuhkan hukuman yang sama persis dalam amar yang identik dengan putusan pada 2013.
Tidak ada komentar