Korupsi dan Rapor Merah untuk DPR dan Parpol KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Tersangka kasus korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto memasuki r...
KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Tersangka kasus korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto memasuki ruang sidang di Gedung Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (13/12/2017). Setya Novanto akan menghadapi sidang pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum.
JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch ( ICW) mempunyai banyak catatan minor kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan partai politik. Keduanya dianggap tidak memiliki kontribusi pos itif kepada pemberantasan korupsi sepanjang 2017.
Peneliti Divisi Korupsi Politik ICW, Almas Sjafrina menuturkan, catatan minor pertama terkait dengan keputusan DPR membentuk panitia khusus (Pansus) Angket KPK.
"Pansus Angket tidak bisa terlepas dari kasus korupsi KTP elektronik," ujarnya di Kantor ICW, Jakarta, Rabu (27/12/2017).
Seperti diketahui kata Almas, kasus KTP elektronik menjerat beberapa nama anggota DPR. Bahkan, banyak anggota DPR yang disebut-sebut menerima aliran dana korupsi proyek tersebut.
Baca juga : 5 Drama Politik di DPR Sepanjang 2017
Di mata ICW, pembentukan Pansus Angket KPK tidak lepas dari partai-partai politik di dalamnya. ICW menilai Pansus Angket hanya upaya untuk menggembosi KPK.
"DPR dan partai melihat bahwa KPK menganggu kerja meraka dan citra mereka di publik," kata Almas.
Sebenarnya, ucap dia, yang diakukan oleh DPR atas KPK dan pemberantasan korupsi secara umum tidak mengejutkan. Sebab, sejak KPK berdiri banyak anggota partai yang tersangkut kasus korupsi.
Berdasarkan catatan ICW, ada 25 orang terkait dengan parpol tersangkut kasus korupsi sepanjang 2017. Rinciannya, 10 kepala daerah, 9 Anggota DPRD dan 6 orang anggota DPR.
Baca juga : 2017 Tahun Gelap DPR
Namun ujar Almas, puncak persoalan itu terjadi saat Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK untuk kasus korupsi KTP elektronik.
"Ini penutup yang menampar bagi DPR karena ketuanya menjadi tersangka korupsi," kata dia.
ICW menuntut adanya perbaikan sikap yang nyata dari DPR dan partai politik terkait isu pemberantasan korupsi. Hal itu ujarnya bisa dilakukan dalam waktu dekat.
Dalam Pilkada 2018, misalnya, partai jangan lagi menyodorkan nama-nama yang pernah terkait dengan kasus korupsi untuk maju sebagai calon kepala daerah.
Sebaiknya, partai menyodorkan nam a-nama yang terbukti memilki rekam jejak yang bersih.
Bila partai tetap ngotot mengusung nama-nama dengan rekam jejak yang kotor, maka publik bisa kembali mempertanyakan keberpihakan partai kepada upaya pemberantasan korupsi.
Kompas TV Ketua Pansus Angket KPK yang juga saksi kasus korupsi KTP elektronik Agun Gunandjar Sudarsa menganggap KPK bekerja tanpa kehati-hatian.
Tidak ada komentar