Page Nav

HIDE

Breaking News:

latest

Ads Place

Hedonisme Wakil Rakyat

Hedonisme Wakil Rakyat KETIKA Bambang Soesatyo ditunjuk sebagai Ketua Fraksi Golongan Karya di Dewan Perwakilan Rakyat, kehidupan mewahnya ...

Hedonisme Wakil Rakyat

KETIKA Bambang Soesatyo ditunjuk sebagai Ketua Fraksi Golongan Karya di Dewan Perwakilan Rakyat, kehidupan mewahnya diungkap di media massa. Sejatinya, ini bukan berita baru. Sejak berkantor di Senayan, gaya hidup anggota dewan ini glamor dan mewah. Apabila kritik dilontarkan, ia berkilah bahwa sebagai pedagang, legislator asal daerah pemilihan Jawa Tengah VII ini telah terbiasa dengan cara hidup megah. Lelaki kelahiran Jakarta ini dulu menegaskan bahwa ia tak perlu pura-pura miskin. Lalu, setelah menjadi orang nomor satu di DPR, adakah kegemarannya memamerkan kemewahan di Instagram terus dilakukan? Etis atau tidak hal tersebut?

Secara hukum, ia bebas menikmati kekayaannya selagi tidak melanggar undang-undang. Koran yang memberitakan gaya hidup ini memasukkan gambar-gambar Bamsoet dengan mobil mewah, sepeti Lamborghini, Ferrari, McLarren, dan kesenangan dengan Harley Davidson dalam rubrik style. Jelas, ini soal selera. Sebagai anggota yang membidangi hukum dan hak asasi manusia (HAM), ia tentu tahu bahwa apa yang dilakukannya dengan menunjukkan hobi memelihara hewan mahal tidak melawan HAM. Jelas, ia bukan lagi petite bourgeoisie yang digambarkan Pierre Bordieu. Tetapi kelas atasan yang mampu membiayai hidup dengan mudah, tanpa bersusah payah.

Hedonis

Secara etis, orang-orang yang menemukan kebaikan alamiah pada pemenuhan kepuasan disebut hedonis. Hanya hasrat inilah yang diakui seluruh umat manusia secara universal, sementara rasa sakit adalah keburukan alamiah. Mazhab hedonisme ini diangkat pertama kali oleh kaum Cyrenaic, tempat lahir pendiri aliran ini, Aristippus dari Cyrene. Namun, Gordon Graham, dalam Teori-Teori Etika, bertanya adakah jika kita menerima bahwa kepuasan adalah satu-satunya kebaikan alamiah, maka implikasinya ia bisa menjadi pembenaran untuk mengejar kepuasan dan menyingkirkan rasa sakit. Malah, ia bisa menjadikannya sebagai tujuan utama dalam kehidupan. Adakah orang seperti ini betul-betul bisa dipercaya sebagai wakil rakyat?

Tentu, kepercayaan itu lahir dari subjektivitas. Warga Purbalingga, Banjarnegara dan Kebumen telah memberikan amanah kepada yang bersangkutan untuk memenuhi aspirasi pemilih. Kecuali andaikata tuduhan tindakan korupsi terkait SIM dan KTP-el terbukti, maka politisi tersebut tentu telah dibui. Aneh jika orang ramai masih memberikan suara jika mencalonkan kembali. Dilihat dari pengikutnya di Instagram, sekilas tidak ada pemilihnya yang menggugat gaya hidup mewah bersangkutan. Namun, sebagai wakil rakyat, Bamsoet lebih banyak mengunggah gambar kegiatan pribadinya dibandingkan apa yang dilakukan di daerah pemilihan. Coba bandingkan dengan Instagram Bernie Sanders, senator Amerika Serikat, yang berisi isu-isu terkait dengan politik kerakyatan, karena yang bersangkutan mewakili rakyat.

Kenikmatan

Lalu, adakah seseorang, termasuk wakil rakyat , tidak bisa meneguk kenikmatan? Epicurus tidak menampik kesenangan hidup. Bagi Epicurean, kehidupan mesti dinikmati dengan mengelak dari kesakitan. Oleh karena itu, kenikmatan yang direguk adalah halus dan lembut, seperti anggur yang baik namun tidak terlalu banyak, makan lezat tapi tak berlebihan, musik dan drama yang bagus namun tidak mengurangi emosi. Epicurean jelas berbeda dengan kaum hedonis, yang tidak mengumbar kenikmatan tanpa batas. Lagi-lagi, apa batas-batas kepemilikan kendaraan? Ini justru melahirkan kebingungan, meskipun ukurannya pada fungsi, bukan gengsi, sebab mobil itu transportasi, yang berasal dari trans (melangkaui) dan port (tempat). Sehingga ia soal kemampuan memindahkan seseorang dari satu tempat ke tempat yang lain.

Tanpa harus memilih Epicurus atau Aristippus, John Stuart Mill berbicara tentang kenikmatan yang lebih tinggi, tanpa mengabaikan yang rendah. Namun pembedaan ini bukan berdasarkan kuantitas, tetapi kualitas. Pemuasan tubuh dianggap ren dah, sementara pemuasan intelektual disebut tinggi. Dengan demikian, ini sejalan dengan pemikiran Aristoteles tentang tingkat kesenangan manusia, yaitu kenikmatan, kehormatan, dan terakhir perenungan. Pendek kata, apapun pilihan hidup seseorang itu berdampak pada isu etis, yang baik dan buruknya tidak menyebabkan bersangkutan dipenjara. Hanya saja, jika seseorang mewakili rakyat, namun tidak membicarakan isu pembelaan, tetapi pemeran kemewahan, jelas ia mewakili dirinya sendiri.

(Ahmad Sahidah PhD. Dosen Senior Filsafat Universitas Utara Malaysia. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Sabtu 27 Januari 2018)

Sumber: Google News Wakil Rakyat

Tidak ada komentar

Latest Articles