Hukum Ku Sayang, Hukum Ku Malang Hukum Ku Sayang, Hukum Ku Malang ...
Hukum Ku Sayang, Hukum Ku Malang Submitted by Muh Asrul on 27 January 2018
SEMUA orang sama di hadapan hukum, salah satu asas yang paling terkenal dalam dunia hukum baik dalam dimensi teori maupun praktik, meski dalam hal pengimplementasiannya sering mengalami kebuntuan, mungkin karena adanya berbagai benturan dari berbagai sisi yang tak lepas dari kepentingan.
Misalnya negara hukum yang demokratis seperti Indonesia, yang para elit politik maupun prakti si dan akademisi hukumnya yang sering menggaungkan asas hukum diatas seolah-olah dalam tahap pengimplementasian asas hukum tersebut telah di aktualisasi secara baik dan benar, padahal dalam realitasnya sering mengalami ketidaksinambungan antara teori dan praktik.
Menyinggung perihal kepentingan dalam proses penegakan hukum, maka akan di temui berbagai bentuk hipokrisi yang merealita karena terlalu banyaknya manusia-manusia yang menggunakan topeng dan jubah polos dan sibuk menyebarkan wewangian retorika bahwa dalam proses penegakan hukum tak boleh memihak dan hakim tak bersifat tendensius, tentunya jika kita saksikan fenomena sekarang maka wacana diatas hanya sebatas wacana sebab pada tahap pengaktualisasiannya sering mengalami kebuntuan mungkin akibat benturan kepentingan-kepentingan individu maupun golongan tertentu.
Berbicara mengenai kepentingan dan ideologi pastinya kedua hal tersebut seringkali mengalami benturan dalam realitasnya, sebab ideologi dan kepentingan layaknya berada dalam satu bejana yang tak bisa di pisahkan, idealisme ketika di perhadapkan dengan kepentingan maka yang menang ialah kepentingan, sebab hidup dalam dimensi ruang dan waktu yang sering dibicarakan ialah kepentingan, kepentingan siapa dengan kepentingan siapa. Banyak yang berbicara perihal mempertahankan idealisme guna menumbuhkan pribadi yang berintegritas, sebab integritas sendiri tak boleh di kompromikan, sungguh nonsens kata-kata tersebut jika menyaksikan realita sekarang.
Kembali fokus terhadap masalah penegakan hukum yang mengedepankan asas equality before the law (semua orang sama di hadapan hukum), teringat dengan apa yang pernah dikatakan oleh salah seorang advokat romawi kuno Cicero, bahwa kesejahteraan rakyat ialah hukum tertinggi. Jika pernyataan dari Cicero ini direlasikan kemudian dikontekstualkan di era sekarang, maka yang terjadi ialah diskontiunitas antara pengharapan dan kenyataan, dan pastinya ini di akibatkan oleh benturan-benturan kepent ingan segelintir orang yang haus kursi kekuasaan, jabatan, dan lain sebagainya yang berimplikasi pada tak teraktualisasikannya kesejahteraan rakyat secara merata, sebab yang dipikirkan oknum wakil rakyat sang pemberi janji di saat masa kampanye untuk mensejahterakan rakyat hanyalah bagaimana upaya untuk mencapai kursi kekuasaan dalam dinamika bernegara, cita-cita untuk mensejahterakan rakyat di segala lini kehidupan terlupakan begitu saja.
Diatas kita telah membicarakan perihal asas hukum serta ketimpangan dalam penegakannya, wakil rakyat yang selalu ingkar terhadap janji di masa kampanyenya. Kembali lagi menyinggung wakil rakyat beserta lembaganya, teringat dengan apa yang di tuliskan Cak Nun dalam bukunya Titik nadir demokrasi, yang kurang lebihnya seperti ini âyang namanya DPR itu ya lembaga karier pribadi-pribadi anggotanya. Yang namanya DPR itu ya semacam perusahaan yang mengomoditaskan persetujuan dan kolusi. Yang namanya DPR itu ya kendaraan politik untuk mencari k ekayaan dan keselamatan. Kalau bukan begitu ya bukan DPR namanya. Memangnya apa yang di cari oleh manusia kalau bukan kekayaan dan keselamatan? Kalau ada orang yang tidak mencari kekayaan dan keselamatan, itu bukan orang namanyaâ.
Tentulah jika kita baca dengan seksama singgungan yang dilontarkan oleh Cak Nun di dalam karyanya dan semoga di baca oleh para elit dan wakil rakyat kita, pastilah merasa tersinggung dan terhina sekali, tapi apalah daya mungkin sisi kemanusiaan mereka telah lenyap tak berbekas sehinga apa yang dinamakan rasa cinta dan kasih sayang terhadap sesama pun luput. Karena yang di pikirkan ialah kepentingan pribadi dan golongannya.
Sebagai konklusi dari tulisan ini, pastilah pembaca bertanya apa relasi antara penegakan hukum yang masuk dalam elemen hukum dan wakil rakyat beserta lembaganya yang merupakan elemen politik, perlu diketahui bahwa hukum ialah produk dari politik, apapun yang di inginkan oleh aktor-aktor politik dalam membuat aturan huk um pastilah tak jauh dari unsur kepentingan di dalamnya, entah untuk kepentingan mereka atau untuk kepentingan rakyat yang di wakilinya. Dan semoga saja itu untuk kepentingan rakyat, sebab sekali lagi kesejahteraan rakyat ialah hukum tertinggi dalam suatu negara.
Aslang Jaya
Mahasiswa jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan, UIN Alauddin Makassar.
Tidak ada komentar