Parpol Minim Kader Potensial Parpol Minim Kader Potensial Hingga Selasa (9/1) pagi, belum ada penjelasan PDI Pejuangan siapa pengganti Ab...
Parpol Minim Kader Potensial
Hingga Selasa (9/1) pagi, belum ada penjelasan PDI Pejuangan siapa pengganti Abdullah Azwar Anang, kader PDIP yang juga Bupati Banyuwangi itu.
BPost CetakTajuk BpostTETABUHAN dimulainya pendaftaran pasangan calon kepala daerah (bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota, gubernur/wakil gubernur), mulai dibunyikan serentak di jagad negeri ini. Dan, sejumlah partai politik telah mengumumkan jagoannya untuk maju dalam pilkada serentak di lebih dari 150 --tepatnya 171â" provinsi/kabupaten/kota yang akan dihelat pada 27 Juni 2018. Sejak kemarin (8/1/2018) pendaftaran bakal calon kepala daerah berlangsung. Termasuk di beberapa daerah (kabupaten) di Kalimantan Selatan. Tarik-menarik antarparpol menjagokan kandidatnya bertarung pada Juni mendatang, semakin panas.
Sumbu panas itu bisa kita rasakan di Pulau Jawa belahan barat dan timur. Di Jawa Timur, misalnya, mundurnya Abdullah Azwar Anas sebagai calon wakil gubernur menjelang detik-detik waktu pendaftaran, menjadikan PDI Perjungan sebagai partai pengusung kebingungan mencari pengganti yang pas untuk disandingkan dengan jagoan PKB, Syaifullah Yusuf (Gus Iful) sebagai calon gubernur.
Hingga Selasa (9/1) pagi, belum ada penjelasan PDI Pejuangan siapa pengganti Abdullah Azwar Anang, kader PDIP yang juga Bupati Banyuwangi itu.
Drama politik juga terjadi di Jawa Barat. Ridwan Kamil yang sebelumnya didukung Partai Golkar, PKB, PPP serta Nasdem, sempat âpanas dinginâ ketika di tengah jalan âPohon Beringinâ menarik dukungan. Ia juga sempat âsulit tidur nyenyakâ ketika PPP dan PKB mengancam menarik dukungan, gara-gara soal kursi Jabar-2. Belakangan, kedua partai Islam itu tetap mengawal Ridwan Kamil.
Skuel drama politik di Jabar belum selesai. Deddy Mizwar yang semula didukung Partai Keadilan Sejahtera, dicoret sebagai jagoan bertarung di kursi Jabar-1. Beruntung, Deddy â" masih menjabat Wakil Gubernur Jabarâ" diback-up oleh partainya, Partai Demokrat maju dengan kader Golkar, Dedi Mulyadi.
Kita melihat dari konteks Jabar, PDI Perjuangan gagal melakukan komunikasi politik. Padahal, sebelumnya PDIP sangat berharap bisa bersama Ridwan Kamil melakoni pesta demokrasi di Jabar sebagai pijakan untuk Pileg dan Pilpres 2019. Kalau boleh jujur, langkah PDIP menaikkan TB Hasanudin-Anton Charlyan bertarung dalam Pilgub Jabar, tidak lebih sebuah keterpaksaan. Kita masih ingat pengalaman pilgub sebelumnya, meski peraih suara kursi terbanyak di DPRD Jabar, PDIP selalu keok mencalonkan kadernya sendiri bertarung di Tanah Pasundan.
Menariknya, PDIP melakukan akrobatik politik menyorong Djarot Syaiful Hidayat --yang Februari 2 017 lalu gagal bersama Basuki Tjahja Purnama (Ahok) maju dalam kontes Pilgub DKI Jakarta-- maju dalam Pilgub Sumut. Di sini jelas langkah PDIP itu menggambarkan minimnya kader potensialnya di daerah, dan lebih memilih kader dari luar.
Mestinya, pilkada serentak 2018 menjadi pembuktian partai politik sebagai instrumen demokrasi modern --yang salah satunya memiliki fungsi tempat rekrutmen calon pemimpin. Alih-alih partai politik menjadi tempat penggemblengan kader yang tangguh, tapi justru tak ubahnya kendaraan yang siap dipakai oleh siapapun --asal cocok dengan pengemudi. (*)
Editor: BPost Online Sumber: Banjarmasin Post Edisi Cetak Ikuti kami di Kronologi Permintaan Cerai Ahok atas Veronica di Rutan, Ahok Justru Minta Kuasa Hukumnya Tetap Kuat Sumber: Google News Parpol