Ridwan Kamil Si Raja Polling yang Diabaikan Parpol Besar REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Amri Amrullah, Arie Lukihardianti Empat partai koalisi akh...
REPUBLIKA.CO.ID
Oleh: Amri Amrullah, Arie Lukihardianti
Empat partai koalisi akhirnya sepakat mengusung Ridwan Kamil (Emil)-Uu Ruzhanul Ulum pada Pilgub Jawa Barat 2018.
Pimpinan keempat partai itu yakni PPP, PKB, Nasdem, dan Hanura sebelumnya membahas pencalonan ini di Jakarta pada Sabtu (6/1) malam.
Ketua Departemen Pemenangan Jawa Barat PPP Dayat Hidayat mengatakan mereka sepakat mengusung Emil-Uu pada Pilgub Jabar. Keduanya pun enamai koalisinya dengan sebutan "Rindu" atau Ridwan-Uu. Pemilihan nama tersebut agar mudah diingat oleh masyarakat Jabar.
Emil mengatakan pengakroniman tersebut dilakukan agar mudah dicerna dan diingat oleh masyarakat. Di samping itu, penamaan Rindu ini juga memiliki makna tersendiri, yakni sebagai visi dan misi pembangunan Jawa Barat saat memulai kampanye nanti.
Baca Juga: Ridwan Kamil, PDIP, dan Opsi Ketiga
"Rindu Jabar juara, rindu Jabar dipimpin inovatif, rindu Jabar agamis, semua rindu Jabar kira-kira begitu," kata Ridwan Kamil, Senin (8/1).
Emil mengatakan total kursi keduanya mencapai 24, dengan begitu pasangan ini telah memenuhi syarat untuk mendaftar ke KPU di Pilgub Jabar.
Ridwan Kamil termasuk cagub yang selalu mendapat elektabilitas tertinggi pada setiap polling yang digelar mengenai Pilgub Jabar. Sempat dilirik dua parpol besar, Golkar dan PDIP, namun kemudian tak ada yang meminangnya.
Hasil survei Poltracking Indonesia menunjukkan elektabilitas Wali Kota Bandung ini masih unggul. Survei dilakukan terhadap 1.200 responden pada 10-15 November 2017 melalui metode multistage random sampling.
Hasil dari pertanyaan terbuka, sebanyak 24,2 persen responden memilih Ridwan Kamil, sebanyak 7,1 persen memilih Deddy Mizwar, dan Dedi Mulyadi 4,2 persen, sisanya menyebut nama-nama lain.
Dalam simulasi tiga nama yakni Ridwan Kamil, Deddy Mizwar serta Dedi Mulyadi, ketiganya masing-masing memperoleh 46,8 persen, 27,6 persen, dan 10,3 persen.
Jika dilakukan kompetisi "head to head" atau dua nama, Ridwan Kamil melawan Deddy Mizwar, hasilnya 49,4 persen responden menyatakan memilih Ridwan Kamil dan 28,8 persen memilih Deddy Mizwar. Lainnya tidak tahu atau tidak menjawab.
Dari survei Indocon, elektabilitas Emil juga unggul dibandingkan kandidat lainnya, yakni mencapai 34,6 persen. Strong voters lima kandidat potensial juga relatif rendah (di bawah 20 persen). Ridwan Kamil memiliki sekitar 15 persen pendukung loyal, Dedy Mulyadi 7 persen.
"Jumlah strong voters yang cukup aman di angka 40 persen ke atas," kata Direktur Eksekutif Indocon Fajar Nursahid, di Bandung, beberapa waktu lalu.
Indocon melakukan survei dari tanggal 10-22 Oktober dengan jumlah responden sebanyak 971 orang. Sampel ditentukan secara proporsional terhadap populasi penduduk yang tersebar di 27 kabupaten/kota dan tingkat kesalahan pada survei ini sebesar 3,1 persen dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen.
Kilau hasil survei ini ternyata tidak mampu membius parpol besar untuk meminang Emil. Bahkan, Golkar yang sempat mendeklarasikan dukungan kepada Emil saat Setya Novanto masih ketua umum, akhirnya dianulir. Di bawah Airlangga Hartarto, Golkar memilih kader terbaiknya di Jawa Barat untuk maju, yakni Dedi Mulyadi, meski menjadi calon wakil gubernur.
PDIP juga tidak terlena dengan elektabilitas Emil. Pada pengumuman cagub/cawagub Jabar dan beberapa provinsi lainnya, Ahad (7/1), Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, menyebut nama TB Hasanuddin dan Anton Charliyan, bukan Emil.
Ini, kata Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Firman Noor, sangat tragis.
"Dalam kasus Jabar, tokoh yang merajai polling itu (Ridwan Kamil) ternyata tidak langsung laku," kata Firman, Senin (8/1).
Dan yang bikin lebih tragis , Ridwan Kamil relatif paling awal melakukan pemasaran politik ketika yang lain belum melakukan itu. Namun, hasil anjangsana Emil hanya dapat usungan dari partai menengah.
Firman menjelaskan hal ini menunjukkan di Jawa Barat memang partai-partai yang besar atau levelnya menengah atas tidak serta-merta 'membeli' apa yang ditawarkan Emil sejak awal.
"Apakah fenomena ini menunjukkan parpol sekarang lebih selektif dan mendahulukan kadernya, seperti yang terjadi di Gerindra, Golkar, PDIP dan PKS? Itu masih bisa diperdebatkan," kata Firman.
Yang jelas, kata dia, fenomena di Jawa Barat memperlihatkan tokoh yang merajai polling itu tidak serta merta mudah diterima oleh parpol dan tokoh parpol.
Parpol-parpol besar ini, Firman menilai, memiliki rasa percaya diri tinggi untuk memajukan kader-kader terbaiknya untuk maju. PDIP mengusung TB Hasanuddin yang merupakan Ketua DPD PDIP Jawa Barat. Jika sudah begini, maka mesin partai menjadi sangat penting.
Ap a yang salah dari Emil? Golkar menyatakan Emil terlalu lama memilih calon pendamping sehingga mereka berpaling ke calon lain. Emil dianggap telat memutuskan siapa cawagub yang dipilih di tengah tekanan yang datang dari PPP dan PKB, yang masing-masing mengajukan nama.
Sementara PDIP menyatakan tidak tertarik dengan politik outsourcing atau mengambil politisi bukan kader untuk maju pada pilkada. Di Jawa Barat, PDIP memiliki kader yakni TB Hasanuddin, maka nama ini yang dimunculkan, bukan Ridwan Kamil meski sempat mengunjungi kantor DPP PDIP.
Sebelumnya Gerindra dan PKS sudah terlebih dahulu meninggalkan Emil. Meski demikian, jika mesin politik PPP, PKB, Nasdem, dan Hanura bisa panas maksimal, bukan tidak mungkin si raja polling ini bisa menjelma menjadi raja beneran pada Pilgub Jabar.
Tidak ada komentar