Page Nav

HIDE

Gradient Skin

Gradient_Skin

Pages

Responsive Ad

Sudrajat-Syaikhu: Jangan asal populer, elektabilitas bukan segalanya

Sudrajat-Syaikhu: Jangan asal populer, elektabilitas bukan segalanya ...

Sudrajat-Syaikhu: Jangan asal populer, elektabilitas bukan segalanya

Merdeka > Khas Sudrajat-Syaikhu: Jangan asal populer, elektabilitas bukan segalanya Senin, 22 Januari 2018 08:00 Reporter : Anisyah Al Faqir, Angga Yudha Pratomo Sudrajat-Ahmad Syaikhu. ©2018 Merdeka.com

Merdeka.com - Perhelatan Pemilihan Gubernur Jawa Barat dimulai. KPU Provinsi Jawa Barat telah membuka pendaftaran kandidat peserta Pilgub Jabar sejak tangga l 8 Januari 2018. Hingga hari terakhir pendaftaran terdapat empat pasangan akan bersaing merebut hati warga pasundan agar dipilih pada 27 Juni 2018 mendatang.

Empat pasang kandidat bakal bersaing di antaranya, duet Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi. Pasangan ini diusung Partai Demokrat dan Partai Golkar. Selanjutnya, Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum diusung Partai Nasdem, Hanura, PPP dan PKB. Lalu ada pasangan Sudrajat dan Ahmad Syaikhu didorong Partai Gerindra, PKS dan PAN. Sementara, pasangan TB Hassanudin dan Anton Charlyan hanya ditunjuk PDIP.

Duet koalisi Partai Gerindra dan PKS melanjutkan kesuksesannya setelah memenangkan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno di Pilgub DKI tahun lalu. Dua partai ini percaya diri akan memenangkan pasangan Sudrajat-Syaikhu demi melanjutkan estafet kepemimpinan Ahmad Heryawan setelah menjabat 10 tahun terakhir.

Bila duet koalisi biasanya mengusung para tokoh populer, tetapi berbeda untuk Jawa Barat. Mereka mengubah strategi. Tak lagi me ngandalkan popularitas kandidat. Gerindra-PKS mengusung Sudrajat-Syaikhu.

Sudrajat merupakan mantan Kapuspen TNI. Setelah pensiun, pria asal Sumedang ini pernah menjabat sebagai duta besar untuk Tiongkok dan Mongolia. Tahun 2014, Ajat begitu dia disapa menjadi juru kampanye Pilpres untuk memenangkan Prabowo Subianto - Hatta Rajasa. Sementara Ahmad Syaikhu merupakan kader militan di PKS. Sebelum berkiprah di PKS, Syaikhu merupakan auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sejak tahun 1986. Setelah pensiun, Syaikhu terjun ke dunia politik bergabung dengan PKS. Karier politiknya dimulai tahun 2004 menjadi anggota DPRD Kota Bekasi.

Untuk mengenal lebih jauh pasangan yang memiliki jargon Asyik ini, simak wawancara merdeka.com dengan dengan Sudrajat dan Ahmad Syaikhu pada Jumat, 12 Januari 2018 lalu.

Bagaimana cerita lahirnya pasangan Sudrajat-Syaikhu dari koalisi Partai Gerindra, PKS dan PAN?

Sudrajat:

Kalau saya kan tidak bisa terlalu jauh karena saya diposisi saya sudah pensiun. Dulu pernah sama Prabowo ikut di Koalisi Merah Putih, saya sebagai Juru bicara di tahun 2014. Tapi setelah itu tidak ada lagi kegiatan saya di politik. Saya bekerja sebagai profesional, saya memimpin beberapa perusahaan, ada bisnis dengan anak saya untuk mengisi waktu luang sambil berproduktif.

Sebetulnya saya memang dicalonkan oleh Partai Gerindra dan Partai Gerindra hanya menyatakan wakilnya dari PKS. Siapa (orangnya), kita serahkan kepada PKS, itu komitmen Prabowo. Dia tanya, 'Mas bagaimana?', ya sudah bagi saya siapa saja. Tapi kita harus duduk pada platform partai, jadi saya enggak mau kejadian Dede Yusuf sama Aher terulang. Dia tidak dalam platform yang sama, jadi akhirnya gitu.

Partai lu apa, gue apa, ya sudah kita sama-sama. Jangan pas sudah jadi berdiri masing-masing cari duit masing-masing, kan lucu jadinya. Kalau saya enggak mau, saya enggak mau perorangan. Saya ma unya berdiri di platform yang sama partai politik yang sama. PKS dan Gerindra bekerjasama dengan baik. PAN tidak terhitung kita mah. Pokonknya PKS sama Gerindra saja sudah cukup suaranya. Tapi PAN saya sudah ketemu, saya sampaikan saya berjanji, janji ksatria.

Syaikhu:

Masing-masing partai berusaha mencari terbaik. Di PKS melalui proses Pemira, pemilihan internal siapa yang paling layak. Terus disortir dari 18 lalu jadi 10, jadi 3 baru jadi satu. Proses yang cukup panjang memang, PKS akhirnya menentukan saya. Di Gerindra juga gitu. Itu proses yang telah dilakukan dalam mencari orang untuk memimpin. Ini juga enggak mudah dan akhirnya itulah yang kemudian finalisasinya saya dipertemukan dengan Pak Sudrajat. Setelah itu kami bersama-sama membangun komitmen untuk membangun Jawa barat di Pilkada 2018.

(Proses Pemira) itu dari tahun 2016 sudah dilakukan. Lalu waktu itu banyak tersendat dengan aktivitas pilkada-pilkada yang membutuhkan persiapan yan g panjang dan melelahkan. Tapi kemudian tahun 2017 baru ada pengerucutan jadi 3, 2 dan 1. Waktu 3 terbesar itu saya, Ibu Netty Heryawan dan Sohibul Iman.

Deklarasi Sudrajat-Syaikhu 2018 Merdeka.com/Bahi Binyatillah


Sebelum perjodohan ini, PKS tampak ingin mengusung Wagub Deddy Mizwar. Sementara Prabowo Subianto tak berkenan bila Sudrajat dipasangkan dengan Deddy Mizwar. Sebenarnya apa yang terjadi di internal partai?

Sudrajat:

Ya biarin aja, itu mah bunga politik.

Syaikhu:

Karena memang sulit juga, kalau PKS ini kan memang sudah membangun untuk kebersamaan, jadi mau mundur juga susah, perlu waktu. Ya karena kita juga memang bingung mencari, melepasnya (Deddy Mizwar) juga gimana.

Kaba rnya, Ustaz Syaikhu sempat dicopot dari jabatan DPW PKS Jawa Barat setelah dipastikan akan mewakili PKS untuk Pilgub di Jawa Bawat?

Syaikhu:

Kan waktu itu, diganti. Saya dulu enggak terkenal, belum dikenal di Jabar, akhirnya saya diminta fokus saja. Kan dulu panas, koalisi belum terbentuk. Nah padahal dulu itu komunikasi lebih intens. Disitulah PKS meminta saya untuk fokus untuk keliling, urusan koalisi kasih ke Pak Nur Supriyatno.

Beliau lah yang kemudian melakukan lobi politik. Sebab kalau saya melakukan itu semua nanti bakal kerepotan sendiri. Nanti malah enggak bisa jalan. Memang kalau di politik, penggantian itu banyak yang mempertanyakan ke saya. Kalau seperti ini kan keputusan bisa saja berganti. Saya yakin keputusan di PKS sudah jalan seperti itu.

Sudrajat:

Dengan begini kan jadi lebih fokus dengan begini kan PKS manajerialnya memang bagus, pola tindaknya bagus, kalau dia tetap jadi ketua DPD kan riweh, kaya TB Hassanudin kan ujug-ujug jadi gubernur. Saya juga ngebayangin tuh TB riweuh nya gimana, ya enggak pernah mikirin tapi tiba-tiba jebew. Jadi kalau partai itu sudah punya sistem, punya prosedur, saya kira enggak akan kesulitan. Kalau di Gerindra kan, apapun barangnya, kalau Prabowo sudah mengatakan ini, everybody have to follow.

Pak Sudrajat dicalonkan oleh Prabowo Subianto sebagai kandidat Pilgub Jabar. Tahun 2014 Bapak juga menjadi juru kampanye Prabowo-Hatta. Sejauh mana kedekatan Anda denga Partai Gerindra?

Sudrajat:

Saya bukan kader bukan anggota. Kalau soal itu kader ya saya bilang 'Wo, Anda tahu saya kan, saya jangan disamakan dengan Ridwan Kamil atau Ahok', saya gitu saja ngomongnya. Saya dipilih oleh Gerindra, dan saya bersama Gerindra. So, seperti Anies sekarang bahwa dia bukan Gerindra bukan PKS.

Jadi di tubuh saya ini Gerindra, PKS. Kadang-kadang ada ketakutan dari partai juga, pengalamannya Kamil ini, 'You jadi kader enggak mau, nah kan itu jadi susah'. Dia juga kan bercerai sama orang. Tapi kan saya ksatria.

Lalu bagaimana Bapak meyakinkan para kader Partai Gerindra bahwa Bapak berbeda dengan orang-orang yang pernah diusung tetapi justru mengecewakan partai?

Sudrajat:

Oh iyah, Anda enggak usah takut soal itu. Makanya pandai-pandai kalau pilih orang, jangan asal polpuler. Jadi nilai elektabilitas itu bukan segalanya, yang harus dicek itu sebenarnya integritas. Integritas kan orangnya jujur, konsekuen, ksatria, loyal, dan itu yang sudah dicari sekarang.

Partai Gerindra usung Mayjen (Purn) Sudrajat sebagai Cagub Jabar 2017 Merdeka./Arie Basuki


Berbicara soal elektabilitas. Nama Pak Sudrajat dan Pak Syaikhu cukup asing dan membuat orang bertanya-tanya. Berbagai lembaga survei juga tak pernah menyelipkan nama Anda dalam hasil-hasil surveinya.

Sudrajat:

Saya tahu masyakarat kaget, surprise. Tapi blessing dari surprise itu ingin cari tahu siapa saya. Nah, makanya yang pertama kali adalah sebar profil saya di Google. Makanya kalau masyarakat itu mau tahu siapa saya itu tinggal lihat. Dan waktu Pak Prabowo menjelaskan itu, terus disambung sama PKS, diendorse.

Prabowo kan menilainya, sudah militer bagus, karirnya bagus, tidak korupsi dan sebagainya. Ditimpalin sama PKS. PKS punya syarat 5 untuk Jabar. Nyunda, Nyantri, Nyakola, Nyatika sama Nyatria. Nyunda, udah darah sunda. Nyantri, ya agamis lah terutama islam minimal pontenna (nilai) 6 lah, lumayan ada yang dipintonkeun (diperlihatkan). Terus nyantika kan profesi, saya jadi tentara, pernah diplomat. Terkahir Nyatria, jantan, satria. Mengatak an apa, melakukan apa.

Dalam kepemimpinan TNI itu ada 11 azaz, yang nomor 3-nya adalah kstaria. Di dalam sapta marga TNI itu satu, takwa, yang ketiga itu kstaria indonesia yang bertanggungjawab. Jadi didalam TNI itu, ketakwaan itu ada 2, azas kepemimpinan kan takwa. Jadi PKS mendorong itu, jadi alasan itulah yang membuat saya diperkuat. Masuklah endorsmen.

Jadi ceritanya begitu. Nah ceritanya berbicara tentang popularitas, kita merasa kok, sudah disadari dari awal. Makanya begitu launch kata Pak Prabowo langsung temuin teman-teman yang di Bandung. Kaya Kang Cece, ketuk pintu. Yang saya ketok Pikiran Rakyat dulu. Makanya nama saya sudah mulai muncul nama saya satu persatu. Makanya beliau juga antusias, karena ini juga menjawab kekagetan masyarakat akan kehadiran Sudrajat.

Makanya saya sekarang ikut subuhan di cirebon, lalu mulai viral-viral. Sekarang saya denger yang mereka tertarik terhadap pilkada mereka sudah viral. Saya juga tadi berenang di Wasis, ketemu ibu-ibu, ada Si Hoting, dia bilang 'Siap Jenderal'. Lalu dia kenalin sama ibu-ibu, terus ibu-ibu minta potret. Saya sih diam aja karena kalau saya bilang ini Sudrajat loh, kan enggak lucu juga. Makanya saya diam, tapi rupanya sudah banyak yang pada datang (minta foto).

Terus begitu saya selesai juga para waiters juga ngumpul baris minta foto. 'Ieu calon gubernur' (kata waiters). 'Nyaho timana?' (tanya Sudrajat). 'Nya apal weh'. Jadi kan sudah berjalan sosialisasinya. Saya merasakan it's work, itu bisa bekerja sosialisasinya. Ini bisa cepat dengan sistem media yang sekarang.

Nah yang paling penting kan kesempatan saya buat bertatap muka, beradu mata dengan dia itu yang sedang saya cari. Untuk mengenal mereka saya juga harus, ya paling tidak kalau saya ketemu kamu kan saya cerita langsung, apalagi kalau dia minta selfie, dari situ kan sosialisasinya sudah berjalan.

Makanya saya sekarang kalau ada yang minta selfie ya saya bersedia saja, kan ini bagian dari sosialisasi. Jadi ya sudahlah, ini kan namanya juga perjuangan. Jadi enggak boleh jambedud (cemberut). Kadang-kadang juga kan kita ditarik-tarik. Mungkin dia udah keuheul (kesal) enggak dapat-dapat akhirnya pas saya masuk ke mobil ditarik kan.

Biasanya pas kampanye bisa lebih parah dari cerita Bapak tadi. Bagaimana Bapak menyikapi itu?

Sudrajat:

Ya enggak apa-apa, itu kan bagian dari pekerjaan. Saya kira ini waktu yang ada saat ini cukuplah. Sebetulnya we need more tapi karena ada nilai kuriositi yang saya miliki, siapa sih Sudrajat, begitu lihat gambar-gambar, ini TB Hassanudin, Anton, ini siapa sih, begitu ketemu orangnya. Makanya saya sama pak Syaikuh kemana-mana ketawa-ketawa saja.

Biasanya dari PKS mengusung tokoh yang sudah dikenal masyakarat. Tapi kali ini justru mengusung Pak Sudrajat yang belum banyak dikenal orang. Bagaimana Pak Syaikhu menanggapi ini?

Syaikuh:

Kita punya keyakinan bahwa 10 tahun ini mesin partai itu cukup efektif. Itu pertama kali dibuktikan pada saat awal kepemimpinan Aher. Waktu itu Pak Aher belum dikenal, persis situasinya seperti ini. Di survei juga tidak diperhitungkan tapi kemudian kita sosialisasikan, banyak disusul dan pada akhirnya mencuat orang akan tertarik kalau kita datang langsung daripada melalui, ya survei juga belum tentu pas juga.

Bagaimana Pak Sudrajat dan Pak Syaikhu menilai pasangan yang dijodohkan Gerinda-PKS untuk Pilgub Jabar tahun ini?

Sudrajat:

Saya sih baru kenal pas dipasangkan. Saya tahu nama, baru ketemu pas dideklarasikan oleh PKS. tanggal 10 Januari. Saya sih sudah googling. saya lihat dari situ, saya enggak ada resistensi. Setelah ketemu jadi lebih nyaman dan beberpa hari ini kan kita sering diskusi. Kita jadi bisa saling mengisi, alhamdulillah, saling endorsmen. Kadang-kadang masing-masin g bisa menempatkan dimana kita harus berada.

Saya kira, saya sudah mempertebal chemistry diantara kita, kita duduk pada platform yang sama. Jadi pengalaman Aher - Dede Yusuf itukan tragis, enggak enak ujungnya. Dan dimana-mana kan problem gubernur, bupati dan walikota dan wakilnya selalu ada.

Kalau saya lihat Pak Syaikhu menurut saya yakin tidak akan ada problem. Saya itu terbiasa di TNI, jadi wakil dan punya wakil. Saya tuh udah biasa. Jadi bagaimana seorang komandan kepada wakilnya, dan bagaimana seorang wakil kepada komandannya. Jadi bagi saya itu, saya kan kalau misalnya ditugaskan jadi komandan di sana, wakilnya sudah ada di sana. Dan masing-masing sudah tahu ada. Apa the do dan the downnya seorang wakil. Sama juga dengan seorang wakil kepada komandannya. Kalau kita siap dan didalam parameter kita itu, kita akan memberikan wakil pada proporsinya.

Biasanya wakil itu di dalam kontekstual kemiliteran selalu wakil itu banserep, tapi dalam konteks saya itu ti dak ada. Pada saat saya ada maka dia biasanya menjadi koordinator staf, sekaligus menjadi kepala staf. Jadi kalau ditingkat atas itu ada komandan ada wakil lalu ada kepala staff. saat tidak ada kepala staff maka si wakil ini jadi kepala staff. jadi kalau saya dengan pak syaikuh ya begitu saja. Kenapa saya percaya sama beliau karena beliau juga kan sudah berpengalaman jadi wakil. tinggal volumenya aja digedein. Jadi saya kira itu tidak masalah.

Dan saya kira, saya melihat kalau saya bandingkan dengan kontestan lain, saya kira saya lebih pumya chemistry dibandingkan dengan mereka dengan wakilnya.

Bagaimana Anda membangun chemistry (kecocokan) dalam waktu yang singkat ini?

Sudrajat:

Dia ini profesional. Dia kan auditor, di sisi lain dia kan seorang ustaz, ulama yang paham dengan islam dan perkembangan islam, sejarah islam dan itu sangat membantu. Jadi mungkin dulu ada Aher, saya untuk meneruskan aher ya ada Pak Syaikhu d ari sektor umat yang basis islamnya tinggi. Nanti saya konsentrasi perencanaan dan leadership. Saya kira saya akan serasi, saling mengisi satu sama lain baik faktor materil maupun spiritual. Saya nyaman di situ. I think beliau juga urusan ngatur itu juga berpengalaman sebagai spiritual dan saya juga tidak jelek-jelek amat, ya ngerti.

Syaikhu:

Iya beliau tokoh beneran, seorang jenderal. Saya sekarang kan juga wakil. Memang kalau dilihat di pilkada kabupaten lain, yang paling akur ini memang kota bekasi. Karena saya belajar dari pengalaman yang lalu itu ada konflik elitis di kota bekasi yang akhirnya sangat tidak kondusif. Saling memata-matai jadi akhirnya birokrasi terpecah, kemudian dampaknya salah satunya masuk penjara. Pembangunan hampir stuck karena APBD tidak disetujui. Nah ini kan di Jabar kabupatennya juga banyak. Jadi korbannya juga bukan hanya partai. masyarakat juga banyak.

Kemudian saya juga harus menempatakan diri bahwa saya sebaga i wakil dan akan berbeda kewenangan dengan walikota. Jadi saya yakin kalau masing-masing pihak menempatkan diri secara proforsional, Insya Allah berjalan dengan baik. Coba lihat sekarang kota bekasi, rasanya banyak hal yang lebih cepat. Nah saya punya keyakinan dengan beliau. Beliau juga seorang militer yang terbiasa dengan disiplin. Biasanya kan militer kalau komanndannya tegas, biasanya kepala staff agak lembut, biasanya ini. Insya Allah akan jadi, ini sih penilaian saya yang sudah sangat chemistry dengan beliau. Insya allah akan sangat kondusif membangun Jawa Barat [ang]

FOKUS
PILKADA SERENTAK 2018

Topik berita Terkait:
  1. Pilgub Jabar
  2. Pilkada Serentak
  3. Gerindra
  4. PKS
  5. Sudrajat Syaikhu
  6. Prabowo Subianto
  7. Jakarta
Komentar Pembaca

Be Smart, Read More

Indeks Berita Hari Ini
  • Pil kada, Jokowi ingatkan jangan sampai tidak memilih karena beda suku

  • Gaya modis Cawagub Jatim Puti Guntur borong batik Madura

  • Sudrajat-Syaikhu: Jangan asal populer, elektabilitas bukan segalanya

Rekomendasi

Subscribe and Follow

Temukan berita terbaru merdeka.com di email dan akun sosial Anda.


Sumber: Google News Eletabilitas

Reponsive Ads