Page Nav

HIDE

Gradient Skin

Gradient_Skin

Pages

Responsive Ad

DPR Tak Berhak Minta Polisi Jemput Paksa Objek yang Diawasi ...

DPR Tak Berhak Minta Polisi Jemput Paksa Objek yang Diawasi ... Penyerahan Laporan Pansus Hak Angket KPK (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumpar...

DPR Tak Berhak Minta Polisi Jemput Paksa Objek yang Diawasi ...

Penyerahan Laporan Pansus Hak Angket KPK

Penyerahan Laporan Pansus Hak Angket KPK (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Kewenangan DPR seakan tak terbendung dengan adanya pengesahan revisi UU MD3. Misalnya dalam Pasal 73, DPR berhak meminta polisi untuk menjemput paksa badan atau lembaga yang menolak pemanggilan DPR terkait suatu kasus. Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Ganjar Laksmana, mengaku heran dengan adanya pasal soal penjemputan paksa tersebut. Sebab, menurut dia, proses yang terjadi di DPR adalah proses politik, bukan proses pidana. Jadi, DPR sebenarnya tidak berhak meminta aparat hukum, dalam hal ini kepolisian, untuk melakukan jemput paksa kepada lembaga yang menjadi objek pengawasan parlemen. "Polisi i ni kan alat penegak hukum, dalam arti Kamtibmas, terutama di bidang hukum pidana. Nah DPR ini, misalnya pansus, dia kan di luar hukum pidana," ujar Ganjar ketika dihubungi kumparan (kumparan.com), Selaa (13/2). Ganjar mencontohkan misalnya pansus memanggil KPK sebagai objek yang diawasi. KPK menolak lalu pansus meminta polisi menjemput secara paksa.

Baca Juga :

  • Ramai-Ramai Kecam Aturan Pengkritik DPR Bisa Dipidana
  • Kartu Merah untuk DPR karena Pengesahan Revisi UU MD3
  • Pakar Pidana Anggap Pasal Pengkritik DPR Bentuk Ancaman Kepada Rakyat
"Nah ini konteksnya apa pansus memanggil KPK, hukum pidana, perdata atau apa? Kalau ada fungsi penyelidikan, penyidikan ya polisi bisa turun. Tapi ini kan pansus konteksnya politik, tidak ada hubungannya dengan proses pidana," tuturnya. "Ini makin menunjukkan kesewenang-wenangan DPR," lanjut dia. Pasal soal jemput paksa, lanjut Ganjar, juga tidak berdasar sebab pansus tidak punya kewenangan secara hukum. Kewenangan pansus hanya sebatas memberikan rekomendasi. Meminta bantuan polisi untuk menjemput paksa lembaga yang menjadi objek pengawasan pansus sama sekali tidak berdasar.

Gedung Lama KPK

Gedung Lama KPK (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
"Pansus ini tidak punya ruang dalam sistem peradilan di Indonesia. Ini enggak nyambung dengan sistem peradilan di Indonesia. DPR itu bukan bagian dari sistem peradilan. Jadi tidak relevan yang dimuat dalam pasal ini," ujarnya. Ditembusnya prosedur hukum oleh DPR dengan adanya pengesahan pasal ini, lanjut Ganjar, makin menunjukkan bahwa politik lebih superior dari hukum."Ini makin menunjukkan kesewenang-wenangan poitik terhadap hukum," tuturnya.Sumber: Google News Parlemen

Reponsive Ads