Page Nav

HIDE

Gradient Skin

Gradient_Skin

Pages

Responsive Ad

Mengaku Miskomunikasi, Presiden PKS Menyesal atas ...

Mengaku Miskomunikasi, Presiden PKS Menyesal atas ... Jurnalpolitik.id â€" Presiden Partai Keadilan Sejahtera ( PKS) Mohamad Sohibul I...

Mengaku Miskomunikasi, Presiden PKS Menyesal atas ...

Jurnalpolitik.id â€" Presiden Partai Keadilan Sejahtera ( PKS) Mohamad Sohibul Iman mengaku ada kesalah-paham antara DPP PKS dengan Fraksi PKS di DPR terkait pengesahan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD ( UU MD3), khususnya di Pasal 122 huruf (k).

Sebagaimana diketahui, pasal tersebut memberi kewenangan pada MKD untuk mengambil langkah hukum dan atau langkah lainnya terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang dinilai merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

“Persetujuan PKS dalam Pasal 122 huruf (k) UU MD3, saya katakan miskomunikasi di internal PKS antara DPP dengan Fraksi. Kami minta maaf. Secara prinsip kami tidak setuju dengan pasal itu,” kata Sohibul di Klaten, Jawa Tengah, Jumat (16/2/2018).

(Baca juga: Revisi UU MD3 Disahkan, Pengkritik DPR Bisa Dipidana)

Bahkan, menurut Sohibul Iman, Pasal 12 2 huruf (k) UU MD3 tersebut menunjukkan mental feodal di kalangan DPR untuk mendapatkan keistimewaan. Mestinya, kata dia, jika ada anggota DPR yang dihina dimasukkan ke delik aduan.

Bukan hanya anggota DPR, kata Sohibul, semua orang yang merasa dihina sudah dilindungi dalam undang-undang, dan berhak melapor kepada pihak berwajib.

“Kenapa anggota DPR secara khusus membuat pasal itu. Saya curiga ini ada mental feodal di kalangan DPR ingin mendapatkan kesitimewaan. Padahal, siapa pun di negeri ini yang merasa dihina sudah ada payung hukumnya. Kenapa mesti harus membuat pasal khusus,” ujar Sohibul.

(Baca juga: Ini Perbedaan Pasal Penghinaan Parlemen dengan Pasal Penghinaan Presiden Menurut Fahri)

PKS sekali menyatakan secara tegas menolak keberadaan Pasal 122 huruf (k) UU MD3. Oleh sebab itu, PKS mendukung bagi siapa pun yang ingin melakukan gugatan uji materi pasal tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Kami secara prinsip tidak setuju dengan adanya pasal itu. Kalau ada yang mau mengajukan judicial review ke MK, kami dorong. Kami beri dukungan silakan lakukan judicial review,” ujar Sohibul.

Sementara menurut Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, pasal tersebut justru diperlukan untuk memperkuat lembaga DPR.

“Mereka disebut wakil rakyat. Tentu harus kuat seperti yang diwakili. Sebab kalau mereka lemah untuk apa diseleksi melalui pemilu. Maka konstitusi pun memberi kekuatan termasuk kekebalan hukum dalam pelaksanaan tugas. Ini disebut hak imunitas,” kata Fahri lewat akun Twitter-nya, @Fahrihamzah, Jumat 16 Februari 2018.

Sumber: Google News Parlemen

Reponsive Ads