Page Nav

HIDE

Gradient Skin

Gradient_Skin

Pages

Responsive Ad

OTT dan Aturan Dana Kampanye yang Dilanggar Calon Petahana

OTT dan Aturan Dana Kampanye yang Dilanggar Calon Petahana Home > Nasional > Berita Hukum Kriminal ...

OTT dan Aturan Dana Kampanye yang Dilanggar Calon Petahana

Home > Nasional > Berita Hukum Kriminal OTT dan Aturan Dana Kampanye yang Dilanggar Calon Petahana Dias Saraswati & Feri Agus, CNN Indonesia Jumat, 16/02/2018 13:00 WIB OTT dan Aturan Dana Kampanye yang Dilanggar Calon Petahana Meskipun KPU telah mengatur perihal dana sumbangan kampanye, namun masih saja ada kepala daerah yang berinat maju dalam Pilkada tertangkap KPK. (CNN Indonesia/Andry Novelino) Jakarta, CNN Indonesia -- Dalam sebulan terakhir, setidaknya empat kepala daerah yang hendak kembali maju dalam Pilkada ditangkap Komisi Pemb erantasan Korupsi (KPK) dan kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Ini belum menghitung Bupati Lampung Tengah, Mustafa yang ditangkap Kamis (15/2) malam dan sejauh ini masih berstatus sebagai saksi.
Kepala daerah terakhir yang ditangkap lalu jadi tersangka adalah Bupati petahana Subang, Imas Aryumningsih.
Sebelum Imas, dalam tempo sebulan terakhir, KPK telah menangkap tangan dua kepala daerah yang juga akan berkompetisi dalam Pilkada Serentak 2018. Pertama adalah Bupati Jombang Nyono Suharli yang juga bertekad maju kembali dalam Pilkada Jombang dan Bupati Ngada Marianus Sae yang jadi calon dalam Pilgub Nusa Tenggara Timur. Lalu ada Bupati Halmahera Timur Rudi Erawan, calon dalam Pilgub Maluku Utara yang ditetapkan KPK berdasar pengembangan perkara dugaan gratifikasi eks anggota DPR Damayanti Wisnu Putranti.
Jika ditambah dengan penangkapan tahun lalu, nama-nama itu menambah daftar kepala daerah yang diketahui berambisi maju dalam Pilkada 2018 yang sebelumnya telah dicoko k KPK. Di antaranya adalah Bupati Nganjuk Taufiqurrahman, Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno, Wali Kota Batu Eddy Rumpoko, dan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengaku prihatin penangkapan para kepala daerah itu. Apalagi, kata Basaria dari tiga kali OTT yang dilakukan pada awal tahun ini, pihaknya menemukan uang suap tersebut digunakan untuk kepentingan kampanye.
"Sekali lagi KPK sangat menyesalkan peristiwa dugaan suap terhadap kepala daerah yang masih terus berulang," kata Basaria.
Menurut Basaria, KPK terus mengingatkan kepada seluruh kepala daerah, khususnya yang mengikuti kontestasi Pilkada serentak 2018, agar tak menerima suap terkait perizinan guna kepentingan membiayai kampanye.
Dilema Biaya Kampanye
Menanggapi hal tersebut, pengamat politik Arbi Sanit menyebut saat ini kampanye di Indonesia memang dinilai masih berbiaya mahal.
Sebab, menurutnya kampanye yang dilakukan terlalu k reatif dan terlalu meniru negara-negara maju. Padahal, Arbi menilai kampanye bisa saja dilakukan dengan murah, tanpa perlu bagi-bagi uang kepada calon pemilih yang membuat biaya kampanye makin membengkak.
"Yang penting kan calon dikenal rakyat dan dipilih rakyat, tapi kenapa harus bagi-bagi uang, acara pesta enggak habis-habis selama kampanye, itu yang bikin mahal," tutur Arbi kepada CNNIndonesia.com, Kamis (15/2).
Arbi berpendapat yang terpenting dalam kampanye adalah bagaimana para calon bisa meyakinkan masyarakat sehingga dipilih.
Namun, kata Arbi para calon saat ini bukanlah calon berkualitas yang mampu meyakinkan rakyat untuk memberikan dukungan tanpa perlu ada bagi-bagi uang.
"Justru itu dia bukan mengandalkan kampanye tapi dia mengandalkan uang atau pemberian," ujarnya.
Karenanya, lanjut Arbi tak heran jika ada sejumlah kepala daerah yang terkena OTT KPK karena menerima suap atau hadiah. Uang 'haram' itu ditengarai ku at dijadikan sebagai modal maju kembali dalam pilkada.
"Politik sudah menjadi ekonomi. Ekonominya, ekonomi corrupt," kata Arbi.
Mengenai biaya kampanye, sejatinya sudah diatur oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Dana Kampanye Peserta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan atau Walikota dan Wakil Walikota.
Pada pasal 4 ayat 1 beleid tersebut dijelaskan dana kampanye bisa bersumber dari pasangan calon, partai politik atau gabungan partai politik, serta sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain.
Dana kampanye tersebut bisa berupa tiga hal yakni uang, barang, dan jasa.
Lebih lanjut, dalam pasal 7 dijelaskan soal besaran dana kampanye yang bisa diberikan. Dana kampanye yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik paling banyak sebesar Rp750 juta.
Kemudian, dana kampanye yang berasal dari sumbangan pihak lain per seorang pali ng banyak sebesar Rp75 juta. Sedangkan dana kampanye yang berasal dari sumbangan pihak lain kelompok atau badan hukum swasta paling banyak sebesar Rp750 juta.
Dalam PKPU Nomor 5 Tahun 2017 tersebut, juga diatur bahwa setiap pemberian dana kampanye tersebut juga harus disertai penyertaan penyumbang tidak menunggak pajak dan dana tidak berasal dari tindak pidana.
Lebih lanjut, pada pasal 9 ayat 1 huruf c diatur pasangan calon maupun partai politik yang menerima sumbangan dana kampanye melebihi ketentuan harus menyerahkan sumbangan tersebut ke kas negara paling lambar 14 hari setelah masa kampanye berakhir.
Selain itu, pada pasal 49 beleid tersebut diatur tentangan larangan sumber dana kampanye bagi paslon.
Sumber dana kampanye yang dilarang adalah yang berasal dari negara asing, lembaga swasta asing, lembaga swadaya masyarakat asing dan warga negara asing.
Tak hanya itu, sumber dana kampanye juga tidak berasal dari pemerintah maupun pemerintah daerah, Badan Usaha M ilik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, serta Badan Usaha Milik Desa atau sebutan lainnya.
Sayangnya, mereka-mereka yang ditangkap KPK itu melanggar peraturan KPU dengan menerima suap atau hadiah dari pihak lain untuk menjadi modal kampanye. (kid/osc) Berita Terkait
  • KPK Perlu Waspadai Motif Politik Terkait OTT Kepala Daerah

    KPK Perlu Waspadai Motif Politik Terkait OTT Kepala Daerah

    5 jam yang lalu
  • KPK Dikabarkan Tangkap Kepala Daerah di Lampung

    KPK Dikabarkan Tangkap Kepala Daerah di Lampung

    1 hari yang lalu
  • Wali Kota Tegal Diduga Terima Suap Terkait Infrastruktur

    Wali Kota Tegal Diduga Terima Suap Terkait Infrastruktur

    5 bulan yang lalu
  • OTT Wali Kota Tegal Siti Masitha, KPK Amankan Tas Isi Uang

    OTT Wali Kota Tegal Siti Masitha, KPK Amankan Tas Isi Uang

    5 bulan yang lalu
  • KPK Rahasiakan Kasus Hukum Panitera Pengganti PN Jaksel

    KPK Rahasiakan Kasus Hukum Panitera Pengganti PN Jaksel

    5 bulan yang lalu
  • KPK Sita Uang Rp250 Juta dari OTT Bupati Pamekasan

    KPK Sita Uang Rp250 Juta dari OTT Bupati Pamekasan

    6 bulan yang lalu
Berita Lainnya
  • KPK Tangkap Bupati Lampung Tengah Mustafa

    KPK Tangkap Bupati Lampung Tengah Mustafa

    16 jam yang lalu
  • Fahri Hamzah Sindir KPK Mengambil Peran Ustaz dan Pendeta

    Fahri Hamzah Sindir KPK Mengambil Peran Ustaz dan Pendeta

    16 jam yang lalu
  • Khofifah Temui Nelayan, Gus Ipul ke Buruh

    Khofifah Temui Nelayan, Gus Ipul ke Buruh

    17 jam yang lalu
  • KPK Perlu Waspadai Motif Politik Terkait OTT Kepala Daerah

    KPK Perlu Waspadai Motif Politik Terkait OTT Kepala Daerah

    5 jam yang lalu
TERPOPULER
  • Terancam Gagal Ikut Pemilu, PKPI Gugat KPU ke Bawaslu

    Terancam Gagal Ikut Pemilu, PKPI Gugat KPU ke Bawaslu

    7 jam yang lalu
  • Ketua Fraksi PDIP Bungkam Disinggung Jadi Wakil Ketua DPR

    Ketua Fraksi PDIP Bungkam Disinggung Jadi Wakil Ketua DPR

    8 jam yang lalu
  • SBY Singgung Sejarah Cikeas Saat Kukuhkan Kader Baru

    SBY Singgung Sejarah Cikeas Saat Kukuhkan Kader Baru

    13 jam yang lalu
  • Zulkifli Hasan Sebut Pelantikan Pimpinan MPR Tunggu DPR

    Zulkifli Hasan Sebut Pelantikan Pimpinan MPR Tunggu DPR

    8 jam yang lalu
Sumber: Google News Petahana

Reponsive Ads