Kemunculan ikan oarfish yang ditemukan mati di pantai utara Toyama pada Senin (29/1/2019) membuat beberapa warga Jepang resah. Seekor Oarfis...
Kemunculan ikan oarfish yang ditemukan mati di pantai utara Toyama pada Senin (29/1/2019) membuat beberapa warga Jepang resah.
Seekor Oarfish yang ditemukan mati tersebut memiliki panjang hampir empat meter tersebut dan saat ditemukan terbelit jaring ikan di lepas Pantai Imizu.
Masyarakat Jepang saat ini dilanda kegelisahan munculnya bencana gempa dan tsunami setelah beberapa ekor oarfish ditemukan mati di pantai.
Ikan laut dalam itu sudah mati dan dibawa ke Akuarium Uozu terdekat untuk dipelajari.
Dua ekor ikan langsing mirip ular sehingga sering disebut ular pita juga ditemukan di Teluk Toyama sembilan hari sebelumnya.
Munculnya ikan laut dalam ini, dalam kepercayaan tradisional Jepang, merupakan tanda-tanda bencana alam akan datang.
Hal ini memunculkan keresahan di media sosial Jepang dalam beberapa hari terakhir, seperti dilansir TribunBatam.id dari South China Morning Post, Sabtu (2/2/2019).
Rekor terbanyak munculnya oarfish ke permukaan tahun 2015 di Teluk Toyama.
Ikan oarfish adalah ikan laut dalam yang jarang muncul ke permukaan.
Memiliki tubuh berwarna perak dan sirip merah, ikan ini terkenal spesies terpanjang di laut karena bisa berukuran 11 meter.
Bahkan, menurut Wikipedia, ada temuan ikan ini panjangnya mencapai 17 meter sehingga sering disebut sebagai naga laut.
Menurut kepercayaan tradisional Jepang, jika oarfish sudah naik ke perairan dangkal, itu pertanda bencana sudah dekat.
Bahkan nama tradisional Jepang untuk spesies ini adalah ryugu no tukai yang berarti "utusan dari istana raja naga", membawa pesan bahwa akan terjadi bencana alam di laut.
Meskipun hanya kepercayaan, teteapi teori ilmiah memang menyebuitkan bahwa binatang sangat sensitif dengan munculnya bencana alam.
Secara teoritis, ikan yang hidup di dasar laut dalam ini mungkin merasakan pergerakan garis patahan seismik dan kemudian berpindah dengan cara yang tidak seperti biasanya.
Hiroyuki Motomura, seorang profesor ichthyology di Universitas Kagoshima memberikan penjelasan terkait temuan oarfish di Prefektur Toyama.
"Saya memiliki sekitar 20 spesimen ikan ini dan ini bukan spesies yang sangat langka, hanya jarang terlihat di permukaan. Tetapi saya percaya, ikan ini naik ke permukaan ketika kondisi fisik mereka buruk dan terbawa arus air. Itulah sebabnya mereka sering sudah mati ketika ditemukan," katanya.
Ketika ditanya kaitannya dengan kemungkinan tanda-tanda aktivitas seismik telah terjadi bertahun-tahun, tetapi tidak ada bukti ilmiah hubungan antara oarfish dengan gempa dan tsunami.
Namun demikian, reputasi oarfish sebagai indikator bencana meningkat setelah setidaknya 10 oarfish hanyut di sepanjang garis pantai utara Jepang pada 2010.
Pada Maret 2011, gempa berkekuatan 9 SR melanda timur laut Jepang, memicu tsunami besar yang menewaskan hampir 19.000 orang dan menghancurkan pembangkit nuklir Fukushima.
Karena itu, tidak heran, munculnya oarfish kembali, langsung dihubung-hubungkan dengan kepercayaan tradisional.
Sebuah pesan di Twitter menyatakan: "Ini tidak diragukan lagi bukti awal gempa bumi. Dan jika berada di Palung Nankai, itu mungkin gempa besar."
Para ahli sebelumnya memang telah memperingatkan gempa di Palung Nankai yang membentang paralel ke pantai selatan Jepang dari Nagoya ke pulau Kyushu di selatan.
Prediksi pemerintah terbaru terkait lempeng Nankai ini, jika terjadi pergeseran, bisa memunculkan tsunami setinggi lebih dari 30 meter.
jepang adalah salah satu negara yang sangat rentan dengan gempa tektonik bawah laut dan tsunami. Bahkan, kata tsunami sendiri diambil dari Bahasa Jepang.
Selain itu, masyarakat Jepang juga paling siap dengan bencana gempa ini karena sosialisasi sudah dilakukan sejak kecil.
Di setiap rumah di Jepang selalu ada radio portabel dan baterai karena alat itu akan sangat membantu untuk mencari pertolongan di saat gempa terjadi.
Meskipun ada kekhawatiran, para ahli mengatakan bahwa secara ilmiah sulit menghubungkan peningkatan penampakan oarfish dengan bencana alam.
Profesor Shigeo Aramaki, seismolog di Universitas Tokyo, menepis kekhawatiran pengguna media sosial dan menyatakan bahwa mitos itu tidak benar.
"Saya bukan spesialis ikan, tetapi tidak ada literatur akademik yang telah membuktikan hubungan ilmiah antara perilaku hewan dan aktivitas seismik," katanya.
Bahkan informasi ini akan disediakan dalam banyak bahasa melalui situs resmi informasi bencana Jepang. (*)
"Saya sama sekali tidak melihat alasan untuk khawatir dan saya belum melihat laporan terbaru tentang peningkatan aktivitas seismik di negara ini dalam beberapa pekan terakhir."
Meskipun demikian, pemerintah Jepang tetap memberikan sosialisasi tewrkait langkah-langkah yang harus dihadapi jika terjadi gempa bumi besar di bawah Tokyo, termasuk langkah-langkah tambahan untuk proses evakuasi.
Pemerintah juga menyewbutkan akan aktif mengumumkan tittik tempat berlindung, rute evakuasi dan perawatan medis.
Kuliah Beasiswa..?? Klik Disini
Gambar : Tribun-Batam.id
Sumber : Tribun-Batam.id
Tidak ada komentar